Tulisan ini pernah menjadi antologi pilihan indiva. Judul awalnya adalah Hebohnya emak cari duit. tapi Penerbit merubah judul menjadi ibu Penyandang Disabilitas mencari duit. Yang belum membaca bukunya bisa membacanya di blog ini, tapi jika ingin membaca cerita yang lain cari bukunya di Toko Buku ya, mudah-mudahan masih ada.
Yuk disimak
Mencari uang
memang bukan kewajiban seorang istri, tapi seorang istri diperbolehkan untuk
membantu keuangan keluarga jika memang diperlukan. Idealnya suami yang mencari
nafkah dan istri mengurus rumah serta anak-anak. Secara pekerjaan rumah tidak
ada habisnya, tentu ada yang terambil haknya jika ibu harus membagi waktu
dengan kerja diluar rumah.
Masalah ibu bekerja
vs full mom menjadi topik yang tidak ada habisnya dibicarakan orang. Terlebih
saat ini Ini dimana seorang wanita memiliki kedudukan yang sama dalam
memperoleh pendidikan dan pekerjaan. Seorang ibu yang memiliki pendidikan
tinggi pasti merasa sayang jika ilmunya tidak bermanfaat. Terkadang bukan
karena kekuarangan materi mereka bekerja, toh suaminya bisa memberi nafkah
lebih dari cukup. Tapi kebanyakan
masalah aktualisasi diri. Orang tua yang sudah menghabiskan banyak uang untuk
menyekolahkan anak perempuannya, cenderung mendukung anaknya untuk kerja diluar
rumah, mereka rela menjaga cucu-cucunya selama anaknya bekerja.
Menjadi ibu
rumah tangga atau wanita karier adalah pilihan, dan setiap pilihan pasti ada
konsekuensi yang harus diterima. Seorang ibu yang terpaksa harus kerja kantoran
seringkali merasa iri jika melihat ibu rumah tangga yang bisa menemani tidur
siang anaknya, bisa mengantar jemput anaknya setiap hari. Dan sebaliknya, ibu
rumah tanggapun terkadang merasa iri jika melihat wanita karier yang bisa
memiliki penghasilan sendiri, sehingga mereka tidak bergantung pada penghasilan
suami.
Tapi di zaman
sekarang ini ibu rumah tangga tidak seperti dulu yang hanya dirumah mengurus anak, rumah dan suami. Ibu-ibu sekarang walaupun
statusnya ibu rumah tangga bisa berkarier dirumah, ataupun aktif di komunitas social yang sesuai
dengan minatnya. Dengan begitu ibu masih bisa menjalankan peran sebagai ibu
rumah tangga dan tetap bisa memiliki penghasilan sendiri.
ini adalah pengalaman ku sendiri sebagai ibu rumah
tangga untuk membantu mencari uang. Aku dari awal menikah memang sudah
berkomitmen untuk membantu meringankan beban suami, dengan membantunya mencari
uang.
Suamiku
penyandang disabilitas, ia mengalami
kecelakaan lalu lintas ketika masih duduk di bangku SMA. Kecelakaan ini mengakibatkan
ia harus rela kehilangan kaki kanannya. Dan sejak saat itu suami menggunakan
kaki palsu untuk menopang segala aktifitasnya. Sebagai penyandang disabilitas
tentu memiliki banyak keterbatasan, terutama dalam mencari pekerjaan. Akhirnya ia berusaha mandiri dengan mencoba
berbagai usaha. Sudah bermacam-macam
usaha ia jalani, mulai dari jadi loper Koran, jualan rokok dan minuman
dipinggir jalan, jualan es, jualan pulsa, buka usaha sablon dan lain-lain. Dan namanya usaha, tidak selamanya berjalan
mulus. Terutama jika tersandung dengan modal. Untung tidak seberapa,
kebutuhan banyak. Itulah alasanku untuk
ikut membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Walaupun aku
tidak sempurna, Yap aku juga seorang penyandang disabilitas, kekurangan ku juga
dikaki, kaki kanan jinjit. Aku selalu berusaha menjadi seorang istri dan ibu
yang sempurna di depan suami dan anak-anak. Aku ingin walaupun aku bekerja, tapi urusan
rumah tangga dan mendidik anak tetap jadi prioritas.
Sebelum menikah
aku pernah bekerja di sebuah perusahaan,
namun ketika anak pertama lahir, aku putuskan untuk resign, karena pertimbangan anak tak ada yang
jaga. Apalagi saat itu banyak sekali pemberitaan di televise mengenai
penculikan anak oleh ART atau baby sitter, dan berita penganiayaan anak oleh pengasuhnya.
Dua tahun aku
menjadi ibu rumah tangga full. Lalu
lahirlah anak kedua. Kondisi keuangan keluarga semakin memburuk, suamiku belum
ada peningkatan usahanya, sedangkan tanggungan bertambah satu. Aku memeras otak
bagaimana caranya agar bisa meningkatkan pendapatan. Walaupun dengan berat
hati, aku putuskan untuk kembali mencari pekerjaan. Pada saat itu anak pertama
berumur 3 tahun kurang, dan anak kedua
baru usia 2 bulan.
Yang menjadi
dilemma, kalau aku kerja anak-anak masih kecil siapa yang akan menjaga dan
mengurusnya. Kalau tidak kerja, penghasilan dari suami hanya cukup untuk makan sehari-hari, untuk keperluan bayar
kontrakan dan lain-lain aku harus memutar otak.
Ditengah-tengah
dilemma tersebut, aku terus berdoa agar mendapat pekerjaan yang diridhoi Allah
dan tetap bisa mengurus anak-anak. Mulailah aku membeli Koran untuk melihat
lowongan pekerjaan. Entah berapa CV yang
sudah aku kirimkan baik lewat pos, email bahkan datang langsung ke perusahaan.
Setiap ada panggilan wawancara, aku titipkan anak-anak sama ibu, saat itu jarak
kontrakanku dan rumah ibu lumayan jauh. Sedikit ribet memang. Karena
keterbatasanku aku juga sulit membawa bayi keluar rumah. Walaupun takut jatuh,
aku beranikan dibonceng naik motor sama
suami dengan menggendong bayi.
Bersambung
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!