Memberi dan Menginspirasi

Senin, 23 Maret 2020

Tips Menjaga Kewarasan Saat Social Distance


Belum lama rasanya nonton TV dan menyaksikan keadaan di Wuhan, orang-orang pada tumbang seperti di film-film zombie. Saat itu aku komentar, China lumpuh gara-gara Corona, tapi masih jauh itu kan di China, berdoa aja mudah-mudahan virus itu tidak sampai di Indonesia.  
Tiba-tiba ada kabar di Depok yang terinfeksi covid.19, kabar mulai simpang siur. Ada yang bilang jangan panik, pasien sudah membaik. Itu seperti influenza yang bisa sembuh sendiri, itu tergantung imun kitalah, kalau kita sehat dan imun kita bagus nggak akan kena. Aku mencoba berfikir positif,  yakin aja kalau Allah sesuai dengan persangkaan hambanya.
Hanya berselang beberapa hari saja dari berita dua pasien di Depok itu,  kini kasusnya merebak terutama di Jakarta. Data terupdate hari ini jumlah yang positif 329 dan angka kematian nya mencapai 25 jiwa. Dan indonesia tingkat kematiannya menduduki angka tertinggi di Asia Tenggara.
Pemerintah mengumumkan situasi bencana selama 14 hari dan kini ditambah menjadi 90 hari. Yang paling terkena dampak dari situasi ini adalah para pelaku ekonmomi menengah kebawah. Mereka yang tidak memilki penghasilan tetap, pekerja harian, buruh, tukang ojek, supir angkot, pedagang ofline.
Kebetulan aku PNS, bisa kerja dari rumah Work From home, anak-anak belajar dari rumah, suami bekerja di rumah jualan online. Jadi aman ketika ada himbauan #dirumahaja atau Social distance. Dan alhamdulillah tidak kekurangan makanan, obat-obatan, vitamin, tempat tinggal nyaman. Itu semua aku syukuri, tapi lihatlah situasi ini pasti berat bagi sebagian orang, dan keluarga besar juga mayoritas bekerja sebagai pelaku ekonomi. Mereka masih berjualan di pasar dan pasti bertemu dengan banyak orang. Mereka masih harus pergi ke pabrik, karena kalau tidak gaji mereka dipotong, belum lagi mereka yang tukang ojek atau supir angkot. Mereka itu tidak bisa di rumah aja, sementara anak istri mereka tidak punya bahan makanan yang harus dimasak. Yang lebih miris lagi himbauan cerita warga Jakarta ketika ada himbauan social distance, mereka mengeluhkan rumah yang padat penduduk, sedangkan mereka di rumah itu ada beberapa keluarga, untuk tidur pun susah. Jika hari biasa mereka ada yang kerja, sekolah jadi hanya malam saja mereka kumpul. Dan kini anak-anak libur, bagaimana rasanya.
Semua kejadian pasti ada hikmahnya.  Seperti saat ini aku bisa menikmati suasana rumah, biasanya pergi pagi dan pulang ketika matahari sudah terbenam. Hampir setiap hari seperti itu. Sama anak jarang ketemu, saya berangkat sebelum mereka bangun.  Sekarang saya di rumah anak-anak pun di rumah. Memang sih belum terbiasa, ada aja yang buat marah, buat stress. Anak-anak juga selagi masa di rumah aja bosan kali ya, jadi kakaknya yang biasa main keluar rumah mulai jail sama adeknya. Adeknya juga sedikit-sedikit teriak, ngadu ngga mau digangguin. Akhirnya emak teriak.
Dapur yang awalnya hanya untuk masak air, atau telor ceplok. Maklumlah aku termasuk orang yang simpel dalam hal makanan. Cukup beli di catering rumah sebelah. Kini berubah seperti dapur umum yang tidak berhenti ngebul. Ada aja permintaan anak-anak. Untunglah terbantu oleh mbah google untuk masak ini itu.
Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan, hari pertama masih bulak-balik ke warung tetangga, aku berpikir untuk stok jajanan anak-anak yang disukainya. Untung pak suami mau pergi ke grosir makanan, saya rasa cukuplah untuk satu minggu kedepan. Oh ternayata baru sehari sudah  berkurang banyak chemilannya. Astaga, padahal makanan sudah saya simpan di tempat tersembunyi. Kode keras ke anak-anak jangan banyak ngemil, ntar gendut. Dan walau pun disiapin makanan di rumah, masih tetap pergi ke warung dan beli di abang-abang yang lewat. Ya salam.
Selain jadi koki jadi-jadian, seorang ibu juga harus siap jadi guru les privat. Anak-anak selama belajar di rumah, banyak sekali tugas sekolahnya. Tentu ini juga PR buat emaknya yang harus update terus dan jangan gaptek.
Itu pasti membuat stress bagi ibu-ibu yang tidak siap secara mental. Belum lagi cucian piring yang selalu numpuk, karena yang biasanya kita berbagi tugas sama abang-abang di sekolah, sekarang semua di rumah jadi otomatis menjadi tugas tambahan buat emak-emak.
Ini hanya tips dari saya yang memiliki anak usia SD, dan sedang aktif-aktifnya. Pertama kerjasama antar anggota keluarga, urusan dapur tanggung jawab  ibu, urusan kebersihan nyapu dan ngepel lantai jadi tanggung jawab anak yang besar, urusan cuci mencuci jadi tanggung jawab bapaknya. Sedangkan anak yang kecil mengurusi kebersihan kamar tidur.
Anak-anak pasti bosan kalau #dirumahaja, untuk menyiasati kebosanan, saya libatkan anak-anak dalam hal kerjaan ringan. Seperti kerja bakti di rumah, atau bercocok tanam. Saya masih bolehin anak-anak untuk jajan di warung tetangga, asal kalau dari luar langsung cuci tangan dengan sabun. Karena kita juga harus peduli dengan warga sekitar kita, usahakan beli kebutuhan di warung tetangga. Karena mereka punya anak dan istri yang harus dinafkahi.
Sebagai penutup, ibu-ibu yang sedang WFH, harus terus jaga kesehatan, harus strong dan jangan sakit. Karena ibu adalah jantung keluarga, ibu yang sehat ketahanan makanan keluarga aman. Siapkan mental dan tetap jaga kewarasan. Lakukan hobi di sela-sela kesibukan dan cukup istrirahat. Salam sehat.
  

0