Rasanya
tidak lengkap jika pergi ke suatu tempat tidak singgah ke mesjid. Ya mesjid
menjadi tempat singgah yang paling nyess, tambah seger tatkala air wudhu
membasahi muka. Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan? Sebenarnya
sepanjang jalan banyak mesjid yang kami lewati di Banjarmasin. Tapi sang supir
yang baik hati menawarkan untuk sholat di mesjid tertua yang ada di Kalimantan.
Tentu saja aku senang, selain bisa sholat magrib dan istirahat bisa sambil
mempelajari sejarah. Sambil menyelam minum air, ini adalah kesempatan untuk mencari
bahan tulisan. Dasar blogger, semua bisa jadi ide tulisan hi...hi..
Sebelum
adzan magrib, kami bisa leluasa berkeliling mesjid, selvi dan futu-futu sambil
nyari informasi mengenai mesjid ini. Ternyata mesjid ini memiliki kisah sejarah
yang sayang untuk dibuang. Berikut adalah keunikan dari mesjid ini
Mesjid
Sultan Suriansyah dibangun pada tahun 1526 masehi, usia pada tahun 2016 ini
genap 490 tahun, terletak di Kelurahan Kuin Utara kecamatan Banjarmasin Utara
letaknya bersebarangan dengan Sungai Kuin. Di sungai Kuin inilah terdapat pasar
terapung yang terkenal sampai mancanegara.
Pada saat
itu Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah sebagai raja Banjar pertama yang
sedang berkuasa. Sejarahnya diawali dari perang saudara. Antara Pangeran
Samudera dengan pamannya, Pangeran Samudera memeluk agama hindu pada saat itu.
Dalam hikayat Banjar diceritakan Pangeran Samudera sangat disukai oleh kakeknya
Maharaja
Sukarama yang berkuasa di Kerajaan Negara Daha. Dan karena kesantunan
pangeran Samudera ia diwariskan tahta kerajaan yang membuat iri pamannya yang
merupakan anak pertama dari sang raja. Sang paman memang sudah lama mengincar
posisi itu.
Peperangan
tidak bisa dihindari lagi, Pangeran Samudera meminta bantuan kepada Sultan
Demak. Dan Sultan Demak menyetujui dengan syarat pangeran Samudera dan
pengikutnya akan masuk islam baik menang mau pun kalah.
Itulah
sejarah islam masuk ke kalimantan Selatan, karena saat itu tidak mesjid yang
bisa menampung jemaah, maka dibangunlah mesjid Sultan Suriansyah ini.
Keunikan
lainnya yang saya temui mengenai bangunan fisik mesjid ini, seluruh arsitektur
mesjid terbuat dari kayu ulin, orang biasa menyebut dengan kayu besi. Masih
asli walaupun sudah mengalami pemugaran tapi tidak ada yang diganti sejak awal.
Kayu ulinnya terawat dan nampak masih kokoh. Sarat dengan budaya Banjar,
arsitekturnya menggunakan bangunan berundak bertingkat empat. Pada bagian atap
penuh ukiran khas Banjar. Walaupun begitu masjid ini masih ada pengaruh dari
mesjid Demak Jawa Tengah.
Mesjid ini
berukuran 26,1 x 22,6 m, bagian atapnya berbentuk sungkul dari kayu ulin,
sungkul ini masih bagus dan saat ini menjadi situs bersejarah yang disimpan di Museum
lambung Mangkurat Banjar Baru.
Bagi
pengguna speedboat, longboat atau bus air bisa melihat bangunan ini karena
memang letaknya dipinggir sungai Kuin. Tak jauh dari mesjid juga terdapat makam
Sultan Suriansyah, sehingga para wisatawan yang datang bisa langsung berziarah
ke makam ini.
Masjid ini
cukup ramai, saya perhatikan penduduk di sana begitu memakmurkan mesjid,
anak-anak banyak yang belajar ngaji dan saat waktu shalat warga sekitar
berdatangan menuju mesjid. Alhamdulilah saya melihat pemandangan seperti ini
sangat bersyukur karena mesjid masih ramai, saya masih bernapas lega, karena
saya miris jika melihat mesjid megah tapi sepi.
ah moga pas kapan2 mudik rmh mertua bisa ke masjid itu TFS
BalasHapussemoga mba
HapusWalaupun mesjid tertua, tapi keliatan terawat banget ya mak.. Arsitektur dalamnya juga bagus ya.. Apa mungkin udah pernah dipugar juga ya mak, dan direnov ulang?
BalasHapusmenurut penjaganya pernah dipugar, namun bahan baku kayu ulin masih asli sejak berdiri belum diganti. dan ini satu keunikannya kayunya tidak lapuk bahkan semakin mengkilap dan kokoh. trims sudah mampir ya mbak
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus