Memberi dan Menginspirasi

Jumat, 05 April 2013

Upaya Melestarikan Permainan Tradisional



Dulu ketika penulis masih kecil, masih bisa menikmati berbagai permainan tradisonal. Ketika tanah lapang masih luas dan sawah-sawah masih terbentang. Dan saat ini tanah lapang itu telah berubah menjadi bangunan-bangunan beton dan perumahan penduduk yang semakin hari semakin padat. Tidak ada lagi canda ceria anak-anak  yang bermain di halaman rumah atau lapangan luas. Dan berbagai kaulinan barudak pun kian hari kian  terlupakan.
Lalu dimanakah kita mencari anak-anak itu, tengoklah ke warnet warnet yang menyediakan game online, atau sudut-sudut rumah, mereka sedang asyik memainkan plays stasion.
Kemajuan tekhnologi  sudah menggerus permainan tradisional bangsa kita. Jika kita melihat anak-anak sekarang permainannya serba instan, mulai dari playstasion, ipad, gadget dan masih banyak lagi permainan canggih lainnya. Sekarang kita sulit menemui anak-anak yang main dihalaman seperti main kelereng, sorodot gaplok, ucing-ucingan, kelom batok, panggal atau gasing, rorodaan, sondah, congklak, beklen, bedil jepret dan lain-lain.
Hari ini, permainan tradisional begitu langka dimainkan. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa hampir punahnya permainan tradisional Sunda dikarenakan lahan untuk bermain yang tidak ditemukan lagi, kemajuan teknologi pun turut ambil bagian, dan sulit ditemukannya bahan untuk membuat permainan pun menjadi faktor kehampirpunahan itu.
Setiap permainan mengandung filosofi didalamnya. Selain itu permainan tradisonal juga bisa menumbuhkan rasa kebersamaan dan gootong royong sebagai cermin bangsa Indonesia. Anak belajar bersosialisasi dengan temannya. Berbeda dengan permainan gadget atau games yang bersifat individual

Bila permainan modern menjadikan kemenangan sebagai tujuan dan atas kemenangan itulah timbul kegembiraan, maka permainan tradisional lebih mementingkan kegembiraan atau kebahagiaan sebagai tujuan, dan atas kegembiraan itulah kemenangan diraih. Sekiranya itulah filosofi permainan tradisional Sunda yang tertanam ditiap permainan dan pemainnya. Namun sayang, filosofi yang begitu dalam tersebut akhirnya harus tergerus zaman.
Zaman membuat manusia hari ini menatap kemenangan sebagai kesejatian hidup dan sesuatu untuk mencapai kegembiraan atau kebahagiaan. Akhirnya, manusia melakukan apapun untuk mendapatkan kemenangan itu. Manusia tak sepenuhnya menyadari semakin kemenangan itu dikejar, semakin jauh kebahagiaan itu diraih.  Manusia tak sepenuhnya menyadari bahwa pikiran itu telah tertanam sejak kecil melalui permainan yang dimainkan. Ternyata melalui permainan modern pikiran-pikiran lalim, hasrat, dan nafsu duniawi itu tumbuh. Sementara, filosofi dan kesejatian hidup itu justru sebenarnya ada pada permainan tradisional, misalnya saigel sapinandean (bekerja sama, hidup bersama), silih asah (belajar bersama untuk kemajuan), silih asuh (saling memelihara), silih asih (saling berbagi kasih sayang), dan hirup bagja (hidup bahagia), basajan (sederhana), motekar (kreatif), pinteur (cerdas), cageur (sehat fisik dan rohani).

sebaliknya Permainan anak-anak zaman sekarang lebih mengeksplorasi kemampuan individual sehingga mereka menjadi kurang kreatif, anti sosial, serba mau cepat, dan malas bergerak. Mungkin Anda khawatir ketika anak sudah kecanduan permainan modern yang beberapa di antaranya justru mengenalkan kekerasan.
Tentunya kita sebagai orang sunda tidak mau permainan tradisional yang mengandung filosofi yang begitu dalam untuk membangun karakter anak, punah begitu saja. Ada berbagai upaya yang dilakukan komunitas-komunitas yang peduli akan tradisi dan kebudayaan sunda. Diantaranya adalah yang dilakukan oleh komunitas hoong oltrad. Di komunitas ini anak-anak diperkenalkan dengan berbagai jenis permainan tradisional. Seperti yang dilakukan baru-baru ini (28/10) yaitu perlombaan bedil jepret, jajangkungan, sorodot gaplok, rorodaan, papancakan dan lain-lain. Komunitas yang diprakarsai oleh Zaini Alif ini berencana akan berangkat ke Kinabalu Malasyia untuk memperkenalkan permainan tradisional kepada sekitar 7000 anak Indonesia yang tinggal disana. (PR, 29/10)
Selain komunitas Hoong juaga ada beberapa tempat yang menyediakan fasilitas kaulinan barudak seperti di tempat wisata Panjugjugan Sumedang, walaupun permainan disini tidak selengkap di komunitas Hoong  yang terdapat di Dago pakar Bandung. Namun demikian upayanya untuk memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak sekarang perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan dari pemerintah setempat khususnya, agar berkembang menjadi sebuah tempat wisata sunda yang menjadi “panjugjugan” kita semua. Mari kita semua orang sunda khususnya untuk ikut serta dalam upaya melestarikan permainan tradisional yang merupakan bagian dari budaya sunda.
0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!