Memberi dan Menginspirasi

Sabtu, 03 Maret 2018

KIsah Inspiratif: Merangkai Kepingan Mimpi

      

     Ini adalah salah satu judul dalam buku Kumpulan  Kisah Inspiratif Penyandang Disabilitas, masih banyak kisah lainnya yang tak kalah seru. Buku ini saya persembahkan untuk teman-teman saya agar tak mudah menyerah kalah. Untuk para orang tua yang sedang mendampingi putra-putrinya yang mengalami kedisabilitasan, dan bagi siapa pun yang ingin mengambil hikmah dari setiap kejadian. Jika ingin membaca kisah lainnya, bisa pesan disini.
        Merangkai Kepingan Mimpi
Aku  masih ingat waktu itu tahun  1987, ya tepatnya pada tanggal 27 Juli aku masih berlari-lari dengan teman-teman di sekolah. Tiba-tiba aku terjatuh hingga gigi depanku copot. Jika dipikir sekarang mungkin itu suatu firasat atau pertanda sesuatu akan terjadi.
            Ya benar saja, sore hari di tanggal yang sama, telah terjadi tabrak lari di depan rumah yang begitu dahsyat,  korban terpental hingga 200 meter dari tempat kejadian. Yang pertama berteriak histeris adalah ibuku, beliau baru saja 2 minggu pasca melahirkan. Tak menghiraukan badannya yang masih lemah, langsung meraih adikku yang berlumuran darah.
            Ya korban tabrak lari itu  aku dan adik perempuanku. Aku yang terpental jauh dan tak sadarkan diri. Karena sesudah itu aku tak ingat apa-apa.  Ketika aku terbangun setelah dua minggu koma, semua orang-orang yang berada di sekitarku tersenyum bahagia, mereka memperkenalkan satu-persatu seolah-olah aku hilang ingatan. Sesekali mereka bertanya, “Ini siapa?” sambil menunjuk seseorang. Pantas saja orang-orang disekitarku beranggapan demikian, karena aku mengalami gegar otak. Kepalaku terbentur aspal dengan kuat. Dan anehnya tak ada darah sedikit pun yang keluar, begitu cerita orang tua ku.
            Itulah sebabnya adikku yang pertama mereka tolong, karena melihat darah bercucuran. Ternyata aku yang lebih parah, tiga rumah sakit yang didatangi menolak. Terakhir aku dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
            Inilah awal baru dalam hidupku, karena gegar otak itu kaki dan tangan kananku cacat. Usiaku saat kecelakaan baru 7 tahun. Harapan untuk normal kembali masih ada. Aku mengikuti berbagai terapi, pengobatan tradisional  hingga pengobatan dukun.           Kadang aku kasihan lihat orang tua, mereka bukan orang berada. Setiap mau berobat harus mencari uang kesana kemari. Jarak yang jauh ke tempat pengobatan juga jadi alasan, kenapa aku saat itu malas untuk di terapi atau berobat.
Baru sekarang aku iseng-iseng cari di Google, penyebab kaki jinjit ternyata memang sulit disembuhkan jika penyebabnya  dari saraf pusat. Memang menurut dokter yang mengoprasiku dulu, kakiku ini akibat dari urat saraf.
Sebenarnya saat itu masih bisa ditangani medis, tapi harus melibatkan beberapa dokter ahli, ahli tulang, saraf, rehabilitasi medis dan psikoterapis. Tapi saat itu karena kurang pengetahuan dan memang tidak memungkinkan masalah biayanya. Biaya operasi otak yang ditanggung orang tuaku membuat usaha orang tua juga kehabisan modal.
Tindakan yang bisa aku lakukan saat itu adalah menerima keadaan. Walau pun secara umur aku masih kecil, tapi saat itu aku sudah mengerti keadaan orang tua mungkin karena aku anak tertua dan adikku lima, jadi pikiranku lebih dewasa.
Aku tahu orang tuaku sudah berusaha semampu mereka untuk membuatku kembali normal, dan aku tak menyesal jika memang usaha mereka tak sesuai harapan. Sejak kecil aku mampu menyemangati diri sendiri. Dengan selalu berpikiran positif dan selalu berharap jika aku memang ditakdirkan untuk cacat di dunia, mudah-mudahan di kehidupan nanti di akhirat aku bisa normal dan mendapat kebahagian dengan mendapat surga-Nya.
Pemikiran seperti itu, aku sudah terapkan sejak kecil, dengan begitu aku selalu senantiasa ingin berbuat amal sholeh yang di ridhai Allah. Seperti sejak kecil aku selalu rajin sholat dan khatam quran.
Sikapku seperti itu mungkin karena aku dibesarkan di lingkungan keluarga religius, sejak kecil aku sering tinggal bersama kakek yang seorang Kyai atau terkenal juga sebagai ulama. Pasca kecelakaan aku di terapi di Bandung tinggal bersama kakek, sedangkan orang tuaku tetap tinggal di Jakarta.   
Aku selalu bersyukur meski pernah di oprasi otak, tak ada gangguan dengan kinerja otak. Bahkan sejak aku sekolah dasar aku selalu rangking di sekolah. Itulah sebabnya aku juga punya banyak teman di sekolah, karena selain mereka bertanya sama guru, mereka juga sering memanfaatkan kecerdasanku.
Bukan berarti aku kasih jawaban saat ujian lho, teman-teman banyak yang ingin belajar bareng di rumah,  minta diajarin matematika, atau minta dibantuin saat ada PR. Bahkan ada seorang bapak yang datang kerumah memberi beberapa liter beras agar aku mau membantu anaknya dalam pelajaran matematika.
Sedikit  yang menjadi masalahku ketika aku SD, aku selalu iri melihat teman-temanku bisa berganti-ganti sepatu yang bisa diinginkan. Sedangkan aku kesulitan sekali memilih sepatu yang pas dan nyaman di kaki. Ketika sekolah aku hanya bisa pake sepatu bertali.
Waktu SD Aku juga sering menjadi perwakilan sekolah untuk ikut lomba mata pelajaran, aku cukup terkenal di kalangan guru-guru. Aku orangnya juga cukup pandai bergaul dengan orang-orang disekitar, keceriaanku mulai berubah ketika aku memasuki masa puber.
Aku merasakan sekali perubahan yang terjadi, yang tadinya tak ada masalah dalam pergaulan sosial, punya banyak teman, disukai banyak guru-guru. Jadi 180 derajat berubah. Aku jadi pendiam, dikelas tak begitu aktif, bergaul dengan guru seperlunya.
Aku merasakan  masa SMA adalah masa yang paling tidak menyenangkan. Jangankan teman laki-laki, teman perempuan pun bisa dihitung dengan jari. Temanku di SMA merupakan kumpulan orang-orang yang tak memiliki teman. Orang bilang cupu.
Menuliskan kisah pada masa putih abu ini, membuatku harus kembali membuka lembar demi lembar buku harian yang telah usang itu. Aku memang terbiasa menuliskan setiap kejadian dalam buku diary. Rencananya ingin dibukukan sebagai hadiah untuk anak-anakku. Tapi karena aku selalu berpindah-pindah rumah, sebagian memang sudah hilang entah terbawa ke gudang atau sudah dikilo bersama buku-buku bekas lainnya.
            Saat  remaja, aku sering merasakan jatuh cinta pada lawan jenis. Tapi aku hanya berani menyimpannya dalam hati, seringnya aku hanya bertepuk sebelah tangan. Dan jika sudah menyadari hal itu, biasanya aku hanya bisa menangis dimalam hari.
            Masa ini adalah masa yang terberat, ketika aku galau dengan masa depan dan jodoh. Semua teman-teman seusiaku memiliki pasangan.  Masalahku semakin komplek bukan saja urusan sepatu. Tapi juga urusan hati.
            Begitu banyak hal yang ingin aku lakukan saat remaja, namun tak bisa terkendala dengan fisik seperti ketika aku tinggal di pesantren, sering diadakan berbagai perlombaan, aku tak pernah mendapat kesempatan terpilih. Atau ketika seluruh teman-teman diundang untuk menyambut pengantin dalam acara shalawatan, aku ditinggal sendiri.
Akhirnya bisa kuliah
Pada saat itu, di kampungku masih jarang yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi, teman SD ada yang sudah menikah, dan kebanyakan dari mereka bekerja di pabrik. Tapi mimpiku aku bisa melanjutkan kuliah, itu adalah mimpi yang mustahil bagi orang-orang sekitarku.
“ Biaya kuliah dari mana?” itulah yang sering dikatakan oleh keluarga besarku. “ Paling putus di tengah jalan.” Begitulah kira-kira suara sumbang yang sering aku dengar. Mereka memang tidak salah beranggapan begitu. Lha bapakku  hanya seorang tukang ojek, ibuku juga hanya seorang ibu rumah tangga yang cape mengurus rumah tangga. Adikku semua masih sekolah dan sekolah saat itu tak ada kata gratis.
Keinginan untuk melanjutkan sekolah begitu besar, banyak sekali rentetan peristiwa saat itu yang menempaku agar aku menjadi lebih kuat. Tak terlepas dari urusan hati, lagi-lagi masalah cinta yang membuatku terus melangkah.
Saat itu aku mengenal seorang laki-laki, aku masih kelas 3 SMA, masih jauh kalau untuk menikah mengingat aku masih punya ambisi dan cita-cita. Laki-laki itu menyatakan suka tapi antara aku dan dia belum ada komitmen apa-apa. Aku juga masih berpikir harus menikah dengan dia.
Laki-laki itu melakukan pendekatan lewat keluargaku, tapi belakangan ia menghindar terus. Aku juga tak mengerti, selidik-selidik ayahnya laki-laki tersebut tak setuju anaknya menikah denganku, alasannya satu, yaitu fisik. Aku dengar itu dari bisik-bisik keluarga yang tak sengaja aku dengar.
Aku tak menyesali kepergian laki-laki itu, namanya bukan jodoh. Tapi yang membuat aku sakit dan kecewa justru sikap orang tuanya. Sebegitu rendahkah orang cacat dimata mereka. Nah salah satunya alasanku ingin kuliah, aku hanya ingin buktikan kalau aku bisa lebih dari orang-orang kebanyakan.
Kalau saat ini banyak sekali beasiswa yang bisa diperoleh, kita juga bisa mencari di internet peluang kerja yang bisa dilakukan sambil kuliah. Saat aku sekolah aku memang kurang sekali informasi beasiswa. Apalagi peluang kerja.
Bismillah aku daftarkan diri untuk kuliah, aku cacat jadi aku ingin memiliki kelebihan dari teman-temanku yang normal, mungkin otakku tidak jenius tapi aku rajin, aku memang tidak kaya tapi aku tekun. Dengan tekad man jadda wa jadda, aku melangkah ke perguruan tinggi. 
Mau tahu bagaimana caranya aku mengambalikan kepercayaan diri lagi? tentu tidak datang begitu saja, pasti ada sebab dan akibatnya. Waktu kelas tiga SMA, temanku mengajak bisnis MLM, terlepas dari pro dan kontra, aku sangat berterima kasih sama MLM ini, karena berkat pelatihan-pelatihan yang diberikan para leader aku bisa kembali PD.
Saat itu pikiranku pokoknya aku harus dapat uang untuk biaya kuliah dan lain-lainnya. Aku buka les privat, buka les ngaji, yang paling membantu ya di MLM itu, aku berhasil merekrut banyak orang, penjualan ku juga memenuhi target, jadi untuk beberapa semester aku bisa bayar semester dari honor ku di MLM.
Karena kuliah minim fasilitas, dan aku juga sibuk dengan downline-downline yang harus aku bina. Aku tak bisa maksimal kuliah. Aku tak bisa mengejar nilai tinggi, ada dua pilihan yang begitu berat antara fokus kuliah atau mengurus MLM ku yang semakin hari semakin banyak downline yang minta bantuan.
Aku putuskan untuk mundur secara perlahan dari MLM, aku harus membenahi nilai-nilaiku. Karena usaha MLM ku juga turun, aku tak bisa bayar uang semester. Akhirnya aku cuti, dan tidak muncul-muncul dikampus. Aku seperti melarikan diri begitu saja. Setelah aku tahu dari seorang dosen dekat rumahku, aku disaranin untuk datang ke rektor dan minta keringanan bayar SPP. Sebelumnya aku tak pernah kepikiran untuk mohon keringanan. Padahal kata dosen tersebut hal tersebut biasa dilakukan mahasiswa yang kurang mampu.
Aku dapat infomasi tersebut setelah aku cuti satu semester. Aku turuti apa kata dosen tersebut. Aku menghadap ke rektor, mengumpulkan segala persyaratan. Aku tak terlalu berharap banyak dari bantuan ini. Dan memang hingga aku lulus tak pernah mendapat keringanan.
Ceritanya panjang hingga aku bisa lulus, aku yang ketinggalan satu semester harus ngambil ke bawah mata kuliah.  Ngejar-ngejar dosen. Nggak ada waktu lagi untuk berbisnis. Badan rasanya lelah kalau pulang dari kampus.
Aku tak pernah mengeluh walau pun tak memiliki fasilitas komputer di rumah, walau pun  kurang buku-buku dan pulang pergi dengan bis kota. Ya pengalamanku harus bergelantungan di atas bis kota dengan kondisi fisik yang tidak normal. Sesekali ada orang yang kasihan melihat aku berdiri dan memberikan tempat duduknya.
Saat itu ongkos bis kota untuk mahasiswa dan pelajar dua ribu rupiah, tapi aku selalu kasih kondektur bis Rp 1.000. mungkin kondektur itu kasihan mereka tak pernah minta lagi. Mereka sudah hapal kalau aku mau turun, menginstruksikan pada supir agar berhenti lebih lama. Pernah waktu itu aku turun dari pintu belakang, supir dan kondektur tak melihatku, dan langsung tancap gas. Akibatnya aku terjatuh di tengah jalan.
Aku terus mencari sumber penghasilan Untuk biaya kuliah dan lain-lain. Oh ya Aku belum cerita darimana dapat uang untuk bisa melanjutkan kuliah. Adikku yang laki-laki  setelah lulus SMA merantau ke Jakarta, di sana ia ikut seorang paman untuk berjualan. Berkat dialah aku bisa melanjutan kuliah. Aku diberi modal untuk jualan, aku beli baju dan kerudung lalu aku jual ke teman-teman dan tetangga.
Aku juga dapat beasiswa dari Darut Tauhid  lumayan buat tambah-tambah. Tak sengaja bertemu dengan teman SMP,  inilah awal nya aku mulai menjadi penulis. Saat itu aku juga tidak yakin, teman ku kuliah di jurusan komunikasi, sekarang jadi jurnalis dan wartawan, tulisannya juga sudah banyak. Diam-diam aku ikuti jejaknya.
Aku  cari koran dan majalah beli buku-buku tentang menulis, sejak saat itu aku tekadkan untuk menjadi penulis. Sepuluh tahun menggeluti dunia tulis menulis. Tapi tidak konsisten, dan pernah menyerah karena tulisan tak kunjung dimuat. Baru dua tahun ini setelah gabung di IIDN aku kembali menulis.
Namun cobaan tak lantas pergi begitu saja, saat itu aku masih ditempa dengan berbagai permasalahan yang membuatku kacau-balau. Adikku akan menikah. Itu artinya aku dilangkah. Aku ingin berontak, tapi mulut tak kuasa. Akhirnya mulutku mengiyakan, tapi hatiku sakit.
Entah kenapa aku sakit, padahal tak ada yang menyakitiku, adikku? orang tuaku? sama sekali mereka tak pernah menyakitiku, tapi aku merasa disakiti. Aku merasa mereka tak mengerti dengan perasaanku. Saat itu aku hanya bisa menangis sedih, dan pecahnya saat menyaksikan kegembiraan mereka di pelaminan, ya adik dan orang tuaku. Aku menangis sejadi-jadinya di dapur ditemani oleh seorang nenek yang sedang memasak saat itu. Nenek itu juga ikut menangis melihatku berhamburan air mata.
Aku marah pada diri sendiri. Saat itu aku sempat berpikir ingin menjadi wanita nakal, karena kalau jadi wanita baik-baik selalu disakiti. Aku sempat berpikir mau melegalkan pacaran, padahal selama aku kuliah aku bertekad tidak mau lewat jalur pacaran, aku mau taaruf dan menikah. Tapi pikiran-pikiran seperti itu tak pernah terealisasi.
Tapi aku pernah mencicipi kehidupan malam, menurut versiku sendiri. Aku melampiaskan sebagai bentuk kemarahanku. Aku bersama teman yang mayoritas laki-laki mengikuti pesta tahun baru hingga pagi, itu sekali dalam hidupku.
Aku lulus walau pun tidak cumlaude, aku jadi sarjana. Diantara sepupu dan keluarga besarku, aku orang pertama yang berhasil menjadi sarjana, aku bisa menepis semua ucapan orang kalau aku akan putus di tengah jalan. Dan Alhamdulillahnya aku bisa menjadi penyemangat adik sepupuku semua. Perjuanganku menjadi inspirasi bagi mereka untuk terus sekolah walau pun dengan keterbatasan ekonomi.
Euphoria kelulusan berakhir, tinggallah aku menentukan kemana selanjutnya aku melangkah. Aku mulai cari pekerjaan, beberapa kerabat aku hubungi untuk sekedar mencari info. Aku tahu tak mudah bagi penyandang disabilitas mencari pekerjaan, karena aku harus bersaing dengan ribuan lulusan sarjana lainnya.
Akhirnya aku putuskan untuk mengikuti pelatihan vokasional di BBRVBD (Balai Besar Bina Daksa) Cibinong, banyak penyandang disabilitas alumni dari sini mendapat pekerjaan, karena BBRVBD sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan yang berada di Jabotabek dan Bandung. Targetnya bisa bekerja di perusahaan. Jadi selain keterampilan kerja sesuai jurusan yang diambil di sini juga aspek kedisiplinan sangat dinilai.
Tidak semua juga alumni BBRVBD bisa disalurkan kerja, hal ini sangat tergantung dengan lowongan kerja yang ada, jadi faktor keberuntungan juga mempengaruhi. Kami bersaing di sini, sebanyak 100 siswa dari seluruh nusantara setiap tahunnya ditempa di sini. 
Sedikit informasi tentang BBRVBD, selama belajar di sini kurang lebih 10 bulan setiap angkatannya menerima fasilitas gratis. Asrama, makan hingga kebutuhan sehari-hari seperti sabun, odol, sikat gigi dan pembalut bagi wanita  disuplai dari pemerintah melalui Kemensos. Untuk mengikuti pendidikan di sini ada seleksi.
Menginjakkan kaki dan bisa belajar di BBRVBD (Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa) membuat aku merasa sangat bersyukur.  Kecacatanku tidak seberapa, banyak diantara teman-teman satu angkatan yang lebih parah. Dan aku merasa sangat beruntung diantara mereka hanya ada dua siswa yang berpendidikan sarjana.
Mungkin ini skenario Allah, aku harus ketemu jodoh di sini, padahal aku masih ingat percakapan dengan Naomi teman satu kamar dari NTT dan Masri dari Medan ketika hari pertama aku di kampus ini.
“ Teh, katanya di sini sering terjadi cinta lokasi, bahkan banyak yang berjodoh. Kalau Teteh sendiri gimana ?” Gurau Masri saat menjelang tidur. “ “ Aku kesini hanya ingin belajar, nggak mau nyari jodoh. Apalagi sama-sama penyandang cacat. Malu kalau di tempat umum suka pada merhatiin.”  “Ini menurut beberapa pengalaman Teh. Lihat saja nanti teh.” “Biar seperti air mengalir Mar kalau masalah jodoh, yang jelas aku selepas dari sini ingin punya pekerjaan, besok masih ospek, ayo tidur !”
Tapi Allah memang berkehendak lain, Allah memberi jawaban atas doa-doaku selama ini, bahwa dialah laki-laki yang dipilihkan Allah untuk menjadi imamku, seorang laki-laki yang sama-sama penyandang disabilitas.
Selama ini belum ada laki-laki yang serius ingin menjadikan aku untuk menyempurnakan agamanya. Yang satu ini berbeda, dia mau memperjuangkan dan berkorban. Dan ada beberapa hal yang menjadi kami saling cocok, yaitu kami sama-sama memliki semangat. Aku tak memikirkan apa kata orang lagi atau pandangan orang terhadap pasangan disabilitas. 
Menikah di usia 27 tahun, usia yang cukup matang untuk memasuki gerbang rumah tangga. Bahkan aku termasuk telat, saat itu adikku sudah memiliki anak usia 3 tahun. Dengan keyakinan dan doa aku bertemu dengan jodohku.
Satu persatu mimpiku terwujud aku bisa memperoleh penghasilan tanpa harus bekerja diluar, setelah perjuanganku mencari pekerjaan dan selalu ditolak, mungkin inilah rencana Allah. Menunjukkan jalan rizki lewat tulisan.
Bagaimana kisah percintaan dan rumah tangga ku, kisahnya sudah aku tulis dalam buku antologi "Hebohnya emak-emak". Sedikit bocoran aku menikah dengan Aulia Akbar Syarif penyandang difabel asal Bugis Makassar.
Gegar otak bisa disebabkan oleh benturan keras di kepala. Salah satu akibatnya akan terganggunya fungsi otak atau urat saraf. Orang yang mengalami gegar otak biasanya akan mengalami gangguan kejiwaan, pendengaran, penglihatan atau fungsi anggota gerak. 
 



0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!