Nyiur melambai ditiup angin, diiringi dengan deburan ombak, pasir putih yang menghampar. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Tidak bisa dipungkiri kalau Indonesia bagian timur memiliki banyak sekali tempat-tempat yang begitu indah untuk dipandang terutama wisata bawah laut. Seolah tak ada lelahnya mata memandang salah satu yang wajib dikunjungi yaitu Pantai Tanjung Bira yang terletak di Kecamatan Bonto Bahari, 40 kilometer dari Kabupaten BuluKumba atau 200 kilometer dari Kota Makassar, Ibukota Sulawesi Selatan.
Tidak
jauh dari sini, ada sebuah tempat membuat kapal pinisi, bahkan orang bulukumba
biasa disebut Butta Panrita Loppi (
Butta = bumi, Panrita Loppi = Keahlian dalam merancang, merakit dan melayarkan
pinisi). Disinilah Kapal Layar pinisi bermula, hal ini juga yang menjadi kebanggaan
masyarakat Bulukumba yaitu Kapal pinisi. Tepatnya di Tanjung Bira keahlian
membuat Kapal Pinisi ini. Yang terkenal keahlian desain dan melayarkan pinisi adalah orang
Bira, keahlian mengukur dan merakit adalah orang Ara, keahlian finishing
(penghalusan) adalah orang lemo-lemo. Para wisatawan diperbolehkan melihat
pembuatan kapal pinisi, dan bisa membeli miniaturnya yang banyak dijual sebagai
oleh-oleh khas tanjung Bira.
Kapal ini memiliki
corak dan keunikan yang tidak akan ditemukam di belahan dunia manapun. Keunikan
tersebut sekaligus menunjukkan keahlian para pembuat perahu Pinisi. Khususnya,
dalam hal merangkai dinding kapal. Betapa tidak, rangkaian kapal bisa tersusun
rapi meskipun harus dibuat dalam desain yang melengkung. Malah yanglebih
mengherankan lagi karena dalam proses pembuatannya lebih dulu disusun papan
atau dinding dibanding rangka atau tulang.
Uniknya, tidak hanya perahu ukuran kecil saja. Tetapi sampai
perahu besar dikerjakan dengan cara yang sama. Bahkan salah seorang tokoh
Pinisi di Bontobahari, Patta Lolo menyebut salah satu perahu Pinisi pengangkut
barang terbesar yang dibuat 1973 berbobot maksimal 200 ton dikerjakan dengan
teknik seperti itu. Padahal kapal ini cukup besar karena selain barang, kapal
ini bisa memuat ABK hingga 30 orang.
Kapal
Pinisi terkenal dengan ekspedisi
internasional Pinisi Nusantara ke Vancouver Kanada 1986 dan Pinisi Ammana Gappa
yang mencapai Madagaskar pada 1991 silam.
Keberadaan
perahu Pinisi ini juga tidak bisa
dilepaskan dari sejarah Sawerigading yang berkuasa di Luwu sekira abad ke XIV.
Salah seorang tokoh pembuat Pinisi, Abdullah menyebut, konon asal mula perahu
Pinisi berasal dari cerita terbelahnya kapal Sawerigading sepulang dari
Tiongkok untuk menikahi seorang putri bernama We Cudai.
Cerita
terbelahnya kapal Sawerigading ini berasal dari sumpah Sawerigading yang
berjanji tidak akan kembali lagi ke tanah Luwu setelah meninggalkan tanah
kelahirannya untuk menemui We Cudai. Keputusan Sawerigading meninggalkan
kampung halamannya lantaran dihalangi menikahi saudara kandungnya sendiri,
Watenri Abeng.
Sawerigading
diceritakan meninggalkan kampungnya karena bujukan Watenri Abeng sendiri.
Sawerigading diminta menemui seorang gadis cantik bernama We Cudai yang berada
di negeri Tiongkok yang disebutnya persis mirip dengan wajahnya.
Sawerigading
mengabulkan permohonan Watenri Abeng ini dan memutuskan menemui We Cudai dengan
menggunakan perahu Welengrenge. Perahu tersebut konon muncul setelah terjadi
sesuatu peristiwa ajaib. Diceritakan bahwa
saat itu perahu Sawerigading sudah lapuk dan tidak memungkinkan untuk
perjalanannya.
Maka,
ditebanglah pohon besar yang ada di Gunung Welengrenge suatu bukit di tanah
Luwu. Namun, saat ditebang tiba-tiba kayu besar itu meluncur ke laut kemudian
muncul perahu yang megah. Perahu ini kemudian digunakan untuk berlayar hingga
berhasil menemui We Cundai. Sawerigading hidup bahagia bersama We Cudai
mendapatkan keturunan yakni I Lagaligo. Setelah Sawerigading sekian lama di
China dia pun rindu kampung halamannya dan lupa dengan sumpahnya untuk tidak
kembali lagi.
Inilah
yang menurut cerita menjadi petaka bagi Sawerigading yang membuat perahu
Welengrenge ini terbelah saat mendekat tanah Luwu.
Dari peristiwa ini bagian kapal Sawerigading
terbelah tiga dan terdampar di Bontobahari. Masing-masing bagian lunas pada
haluan sampai buritan terdampar di dusun Lemo-lemo Tanah Beru. Papan dan
seluruh bagian lambung kapal terdampar di Dusun Ara. Sedangkan tali temali
serta layar terdampar di Bira. Dari ketiga bagian ini menurut sejarah yang
kemudian dirakit warga setempat. Itu sebabnya, pada tiga desa tersebut terkenal
dengan keahliannya masing-masing. Orang Ara ahli dalam membuat bodi kapal,
orang Lemo-lemo ahli dalam membuat dan dasar dan mempekerjakan, dan orang Bira
ahli dalam berlayar.Tulisanku yang pernah dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat,
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!