Cerita anak ini dimuat di majalah Girls edisi no. 20 tanggal 7 Mei 2014. karena banyak yang nanya bagaimana cara mengirim ke majalah ini, aku posting saja disini. mengenai ketentuannya hampir sama seperti cerita anak yang lain, hanya saja mungkin yang sesuai dengan anak perempuan usia SD. cernak dikirimkan ke : girls@gramedia-majalah.com.
ini adalah cerita asli, walaupun mungkin ada editan redaksi.
ini adalah cerita asli, walaupun mungkin ada editan redaksi.
Gerobak Sampah Mang Ano
Cerpen anak : Yati Nurhayati
Silvi
menutup hidung setiap kali gerobak sampah Mang Ano lewat, pasalnya gerobak ini
mengeluarkan bau kurang sedap.
”
Mang Ano kalau ngambil sampah kesini
jangan sore-sore !” Teriak Silvi pada Mang Ano yang lagi mengambil
keresek sampah didepan rumahnya. “ Jadi kapan Neng, kan emang harus keliling
dulu, disini kebagian sore.” “Ya
terserah pokoknya jangan sore-sore,
kalau sore waktunya saya lagi dirumah,
gerobak Mang Ano bau banget.” “ Baiklah Neng nanti Mang pikirkan waktu yang
tepat.” Mang Ano pergi kerumah yang lainnnya.
Untuk
hari-hari berikutnya Mang Ano mengambil sampah
mulai magrib hingga tengah malam baru selesai, semua pekerjaannya ia
lakukan dengan rasa senang dan tanpa mengeluh. Ketika orang sudah terlelap tidur mang Ano
masih bekerja, dan pagi-pagi sampah-sampah didepan rumah sudah bersih. Silvi pun merasa senang karena tak ada bau
sampah yang lewat saat ia bermain dirumah.
Hari
ini pelajaran matematika yang paling tidak disukai Silvi, ada beberapa
pekerjaan rumahnya yang belum diselesaikan. Tapi seperti biasa Silvi tampak
tenang, karena biasanya bu fera akan membahas satu persatu PR nya.
Setelah
masuk Kelas Bu Fera menyuruh anak-anak keluarin buku PR nya, tanpa disangka Bu
Fera menyuruh satu- persatu maju ke
papan tulis untuk mengerjakan PR matematika. Seketika wajah Silvi memerah, pasti yang akan
disuruh mulai dari kursi barisan depan. Dan ia belum ngerjakan semua PR nya.
“
Wajah kamu kok tegang begitu ?” Tanya Linda yang duduk di sebelah Silvi. “ Aku
belum ngerjain PR nya.” Jawab Silvi singkat. “ Kenapa ?” “ Aku nggak ngerti.” “
Ya udah dari pada kamu kena marah Bu Fera, kamu kedepan pake buku PR ku saja.”
“ Benar Lin ? maksih ya.” Linda mengangguk dan tak lama buku PR nya sudah
berpindah tangan ke Silvi.
Tiba
saatnya Silvi maju ke depan, ia ragu-ragu melangkah. Tapi diseretnya juga kedua
kakinya maju kedepan. Ia menulis soal matematika, lalu menuliskan jawabannya.
Soal itu tak dimengertinya, tapi ia tulis saja. “ Nah ini baru lengkap,
jawabannya juga betul. Soal, rumus lalu jawabannya.” Ucap Bu Fera. “ Lanjutkan
nomor berikutnya.”
“
Makasih ya kamu sudah menyelamatkan aku dari bu Fera dan teman-teman lainnya.
Pasti aku diketawain teman-teman kalau mereka tahu aku nggak ngerjain PR.”
Silvi menulis pada secarik kertas, lalu diberikan pada Linda. Linda
membalas, “ Iya sama-sama, tapi aku pinjamin Cuma kali
ini. Besok-besok kamu harus ngerjain sendiri.” “ Oke boss!”
Saat pulang sekolah Silvi mengejar Linda yang
sudah ada jauh didepan.” Lin, kamu kan jago matematika, bagaimana kalau kamu
ngajarin aku dong. Kamu tahu sendiri kan aku sangat kurang pelajaran yang satu
ini. Please kamu mau ya !” “ Iya, boleh.” Tak tega melihat sahabatnya memohon.
“ Bagaimana kalau kita belajar bareng dirumah ku ?” “ Sekarang ? aku harus
pulang dulu dan minta izin.” “ bagaimana kalau nanti sore ?” “ Oke.” Lalu
keduanya berpisah.
Semenjak
saat itu Linda dengan telaten mengajari
sahabatnya matematika, dengan caranya sendiri Linda menerangkan sehingga Silvi
mudah menyerap dan mengingat yang diajarkan sahabatnya. Ia sendiri merasa heran
dengan kemampuan dirinya sekarang. Awalnya nilai ulangan matematika selalu dibawah 6 tapi sekarang dia
bisa mencapai nilai 9. PR selalu dikerjakan. Dan tentu saja Silvi sangat
berterimakasih pada sahabatnya itu.
“Mang
Ano kemana ya? Sudah satu minggu nggak ngambil sampah.” Tanya bunda pada bibi.
“kurang tahu bu.” Jawab bibi singkat. Memang sampah sudah menggunung di depan
rumah. Begitu juga didepan rumah yang lain, baunya sudah
tidak enak. Semua warga menanyakan
keberadaan mang Ano, bukan ingin tahu apa yang terjadi padanya.
Pak
RT mengumpulkan warga dan mengumumkan agar sampah didepan rumah yang sudah
menumpuk harus segera dibersihkan sebelum ia mendapatkan pengganti Mang Ano.
Pak RT kesulitan mencari penggantinya, tak ada orang yang mau dibayar murah,
apalagi kerjanya hingga tengah malam.
Sampah
menjadi masalah baru dikampung ini. Tak ada juga yang tahu rumah Mang Ano, mang
Ano seperti hilang ditelan bumi.
Sepulang
sekolah Silvi mengajak Linda kerumahnya. Tapi kali ini Linda menolak. “ Bapakku
lagi sakit, aku disuruh langsung pulang sama ibu.” “memang bapakmu sakit apa?”
“ Kata ibu sih pengaruh dari ia suka kerja malam, ibu udah berkali-kali
melarang bapak agar tidak keluar malam-malam. Tapi bapak selalu memaksa,
katanya demi tugas.”
“Oh,
kalau begitu aku nanti kerumah mu, aku mau nanyain PR kemarin. Belum ngerti.
Boleh kan ?” Linda menganggukan kepala.
Dengan
sepeda mininya, Silvi menuju ke rumah Linda. Tak lupa ia bawa buah-buahan di
kulkas untuk bapaknya yang sedang sakit. Rumah Linda ada di pekampungan padat. Sangat sederhana. Dan betapa kagetnya Silvi
ternyata yang sedang terbaring lemah di rumah Linda sahabatnya adalah Mang Ano.
Orang yang selama ini sangat dicari oleh semua warga.
Silvi
minta maaf pada mang Ano, gara-gar ia mang Ano harus ngambil sampah
malam-malam. Betapa malunya Silvi sama sahabatnya yang banyak membantu ia dalam
belajar. Silvi menelpon ayahnya, agar
membawa mang Ano kerumah sakit. Ia ceritakan pada ayah dan bundanya bahwa
Lindalah yang selama ini membantu ia dalam belajar matematika. Mendengar cerita
Silvi ayah kagum sama Linda, jangan sampai Linda putus sekolah gara-gara tak
ada biaya. Dan ayah berjanji akan membantu biaya sekolah Linda untuk
meringankan mang Ano.
Dalam
hati Silvi berjanji tak akan meremehkan pekerjaan seseorang.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!