Memberi dan Menginspirasi

Sabtu, 24 Mei 2014

Cernak : Gerobak sampah

Cerita anak ini dimuat di majalah Girls edisi no. 20 tanggal 7 Mei 2014. karena banyak yang nanya bagaimana cara mengirim ke majalah ini, aku posting saja disini. mengenai ketentuannya hampir sama seperti cerita anak yang lain, hanya saja mungkin yang sesuai dengan anak perempuan usia SD. cernak dikirimkan ke : girls@gramedia-majalah.com.
ini adalah cerita asli, walaupun mungkin ada editan redaksi.


Gerobak Sampah Mang Ano
Cerpen anak : Yati Nurhayati
Silvi menutup hidung setiap kali gerobak sampah Mang Ano lewat, pasalnya gerobak ini mengeluarkan bau kurang sedap.
” Mang Ano kalau ngambil sampah kesini  jangan sore-sore !” Teriak Silvi pada Mang Ano yang lagi mengambil keresek sampah didepan rumahnya. “ Jadi kapan Neng, kan emang harus keliling dulu, disini kebagian sore.”  “Ya terserah  pokoknya jangan sore-sore, kalau sore   waktunya saya lagi dirumah, gerobak Mang Ano bau banget.” “ Baiklah Neng nanti Mang pikirkan waktu yang tepat.” Mang Ano    pergi kerumah yang lainnnya.
Untuk hari-hari berikutnya Mang Ano mengambil sampah  mulai magrib hingga tengah malam baru selesai, semua pekerjaannya ia lakukan dengan rasa senang dan tanpa mengeluh.  Ketika orang sudah terlelap tidur mang Ano masih bekerja, dan pagi-pagi sampah-sampah didepan rumah sudah bersih.  Silvi pun merasa senang karena tak ada bau sampah yang lewat saat ia bermain dirumah.
Hari ini pelajaran matematika yang paling tidak disukai Silvi, ada beberapa pekerjaan rumahnya yang belum diselesaikan. Tapi seperti biasa Silvi tampak tenang, karena biasanya bu fera akan membahas satu persatu PR nya.
Setelah masuk Kelas Bu Fera menyuruh anak-anak keluarin buku PR nya, tanpa disangka Bu Fera menyuruh  satu- persatu maju ke papan tulis untuk mengerjakan PR matematika.  Seketika wajah Silvi memerah, pasti yang akan disuruh mulai dari kursi barisan depan. Dan ia belum ngerjakan semua PR nya.
“ Wajah kamu kok tegang begitu ?” Tanya Linda yang duduk di sebelah Silvi. “ Aku belum ngerjain PR nya.” Jawab Silvi singkat. “ Kenapa ?” “ Aku nggak ngerti.” “ Ya udah dari pada kamu kena marah Bu Fera, kamu kedepan pake buku PR ku saja.” “ Benar Lin ? maksih ya.” Linda mengangguk dan tak lama buku PR nya sudah berpindah tangan ke Silvi.
Tiba saatnya Silvi maju ke depan, ia ragu-ragu melangkah. Tapi diseretnya juga kedua kakinya maju kedepan. Ia menulis soal matematika, lalu menuliskan jawabannya. Soal itu tak dimengertinya, tapi ia tulis saja. “ Nah ini baru lengkap, jawabannya juga betul. Soal, rumus lalu jawabannya.” Ucap Bu Fera. “ Lanjutkan nomor berikutnya.”
“ Makasih ya kamu sudah menyelamatkan aku dari bu Fera dan teman-teman lainnya. Pasti aku diketawain teman-teman kalau mereka tahu aku nggak ngerjain PR.” Silvi menulis pada secarik kertas, lalu diberikan pada Linda. Linda membalas,   “ Iya sama-sama, tapi aku pinjamin Cuma kali ini. Besok-besok kamu harus ngerjain sendiri.” “ Oke boss!” 
  Saat pulang sekolah Silvi mengejar Linda yang sudah ada jauh didepan.” Lin, kamu kan jago matematika, bagaimana kalau kamu ngajarin aku dong. Kamu tahu sendiri kan aku sangat kurang pelajaran yang satu ini. Please kamu mau ya !” “ Iya, boleh.” Tak tega melihat sahabatnya memohon. “ Bagaimana kalau kita belajar bareng dirumah ku ?” “ Sekarang ? aku harus pulang dulu dan minta izin.” “ bagaimana kalau nanti sore ?” “ Oke.” Lalu keduanya berpisah.
Semenjak saat itu  Linda dengan telaten mengajari sahabatnya matematika, dengan caranya sendiri Linda menerangkan sehingga Silvi mudah menyerap dan mengingat yang diajarkan sahabatnya. Ia sendiri merasa heran dengan kemampuan dirinya sekarang. Awalnya nilai ulangan  matematika selalu dibawah 6 tapi sekarang dia bisa mencapai nilai 9. PR selalu dikerjakan. Dan tentu saja Silvi sangat berterimakasih pada sahabatnya itu.
“Mang Ano kemana ya? Sudah satu minggu nggak ngambil sampah.” Tanya bunda pada bibi. “kurang tahu bu.” Jawab bibi singkat. Memang sampah sudah menggunung di depan rumah.  Begitu   juga didepan rumah yang lain, baunya sudah tidak enak.  Semua warga menanyakan keberadaan mang Ano, bukan ingin tahu apa yang terjadi padanya.
Pak RT mengumpulkan warga dan mengumumkan agar sampah didepan rumah yang sudah menumpuk harus segera dibersihkan sebelum ia mendapatkan pengganti Mang Ano. Pak RT kesulitan mencari penggantinya, tak ada orang yang mau dibayar murah, apalagi kerjanya hingga tengah malam.
Sampah menjadi masalah baru dikampung ini. Tak ada juga yang tahu rumah Mang Ano, mang Ano seperti hilang ditelan bumi. 
Sepulang sekolah Silvi mengajak Linda kerumahnya. Tapi kali ini Linda menolak. “ Bapakku lagi sakit, aku disuruh langsung pulang sama ibu.” “memang bapakmu sakit apa?” “ Kata ibu sih pengaruh dari ia suka kerja malam, ibu udah berkali-kali melarang bapak agar tidak keluar malam-malam. Tapi bapak selalu memaksa, katanya demi tugas.”
“Oh, kalau begitu aku nanti kerumah mu, aku mau nanyain PR kemarin. Belum ngerti. Boleh kan ?” Linda menganggukan kepala.
Dengan sepeda mininya, Silvi menuju ke rumah Linda. Tak lupa ia bawa buah-buahan di kulkas untuk bapaknya yang sedang sakit.  Rumah Linda ada di pekampungan padat.  Sangat sederhana. Dan betapa kagetnya Silvi ternyata yang sedang terbaring lemah di rumah Linda sahabatnya adalah Mang Ano. Orang yang selama ini sangat dicari oleh semua warga.
Silvi minta maaf pada mang Ano, gara-gar ia mang Ano harus ngambil sampah malam-malam. Betapa malunya Silvi sama sahabatnya yang banyak membantu ia dalam belajar.  Silvi menelpon ayahnya, agar membawa mang Ano kerumah sakit. Ia ceritakan pada ayah dan bundanya bahwa Lindalah yang selama ini membantu ia dalam belajar matematika. Mendengar cerita Silvi ayah kagum sama Linda, jangan sampai Linda putus sekolah gara-gara tak ada biaya. Dan ayah berjanji akan membantu biaya sekolah Linda untuk meringankan mang Ano.
Dalam hati Silvi berjanji tak akan meremehkan pekerjaan seseorang.   

0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!