Memberi dan Menginspirasi

Sabtu, 11 April 2015

Resensi Novel Mahkota Cahaya Untuk Ayah Bunda

Judul buku : Mahkota Cahaya Untuk Ayah Bunda
Penulis : Fifa Dilla
Tahun terbit : Cetakan  pertama, Juni 2014
Penerbit : Noura Books
ISBN : 978-602-1306-26-0

Hafiz adalah seorang anak yatim piatu. Orang tuanya mengalami kecelakaan kapal ketika ia masih berumur 1 tahun. Setelah orang tuanya meninggal ia tinggal bersama kakeknya Ustad Alimudin.
Dibawah bimbingan sang kakek Hafiz ingin mewujudkan cita-cita orang tuanya agar ia menjadi penghapal Al Quran dan menjadi mahkota cahaya untuk ayah bundanya.  Namun dalam pelaksanaannya hafiz merasa iri dengan teman-temannya Mahmud, Nur, Riski dan jidan yang bisa mengenyam bangku pendidikan (Halaman 66). Terlebih ketika teman-temannya berdarma wisata ke Surabaya. Keinginannya untuk sekolah sangat besar, tapi kakek Alimudin tetap dengan pendiriannya kalau Hafiz harus khatam hapalan quran dulu baru boleh sekolah.
Seorang penghapal Al Quran dijamin hidupnya oleh Allah, dan semua ilmu ada dalam Al Quran jadi Hafiz tidak perlu sekolah, begitu menurut  Kakek Alimudin( Halaman 63). Hafiz tidak menerima begitu saja larangan sang kakek, ia terus berusaha agar ia juga bisa  sejajar dengan teman-temannya.
Diam-diam ia mengikuti pelajaran sekolah di bawah jendela.  Suatu hari ia ketahuan oleh Pak Japar sering menguping dibawah jendela. Pak Japar ingin sekali membantu Hafiz agar mendapat pendidikan seperti teman sebayanya. Ia berusaha untuk minta izin kepada Ustad Alimudin agar mengizinkan Hafiz untuk sekolah. Namun usahanya sia-sia, Ustad Alimudin tetap dalam pendiriannya. Akhirnya Pak Japar memberikan pelajaran tambahan diluar jam sekolah kepada Hafiz untuk belajar baca tulis.
Keinginan Hafiz untuk sekolah terwujud, karena. Kakek Alimudin ditahan polisi beliau disangka teroris. Awalya ia tak mengetahui kalau kepergian kakek  karena ia ditahan polisi, yang ia ketahui kalau kakeknya pergi ke kota kecamatan. Ia merasa bebas untuk pergi kesekolah dan belajar bersama teman-temannya. Setelah mengetahui kakeknya ditahan polisi Hafiz sangat terpukul terlebih teman-teman Hafiz dan warga sekitar menjauhinya. Para orang tua takut kalau anaknya bergaul dengan cucu teroris, langgar yang biasanya ramai oleh anak-anak kini menjadi sepi.
Hafiz sempat marah kepada Pak Japar, karena beliau lah kakeknya kini berada di penjara.  Pak Japar berkomuniksi lewat e-mail mengenai permasalahan pendidikan di pelosok,  dan membahas cara kakek Alimudin medidik cucunya. Email tersebut dibaca pihak lain, pada akhirnya kakek Alimudin diperiksa oleh Polisi.  
Kekhawatiran Hafiz terobati ketika  Kakek Alimudin pulang.   Terbukti kakek Alimudin bukan teroris dan hanya ada kesalahpahaman.  Kakek Alimudin hanya dimintai keterangan mengenai pondok pesantren yang dipimpin oleh Ustad Ba’bullah Asyri, tempat ia menimba ilmu agama. Kakek pulang dalam keadaan sakit, ia hanya bisa berbaring lemah. Tak lama kemudian beliau meninggal, sebelum menghantarkan Hafiz menjadi penghapal Al Quran.  
Tinggallah Hafiz sebatang kara, ia sangat menyesal telah sembunyi-sembunyi sekolah, dan bergulat dengan berbagai pertanyaan.  Seandainya aku hafal Al-Quran, benarkah Allah takkan membiarkanku sebatang kara? Benarkah itu berarti Kakek takkan meninggal dunia? Benarkah dengan menghafal Al-Quran, aku mempersembahkan mahkota cahaya untuk ayah dan bunda di surga? Rasa kehilangan yang mendalam terhadap kakeknya membuat kondisi Hafiz menjadi labil, bahkan ia merasa hapalan qurannya hilang.
Pada akhirnya ia bisa menghatamkan hapalannya sebanyak 30 juz (Halaman 244), berkat Pak Jafar seorang guru yang mendorong Hafiz untuk belajar dan menghatamkan Al Quran di pesantren Al habib yang berada di kota. Hafiz sang penghapal Quran telah menemukan berbagai keajaiban dari Al Quran, salah satunya selalu dimudahkan dalam setiap urusan yang dihadapinya.
Novel keluarga ini memberi banyak inspirasi bagi pembaca, tak salah jika Noura Book memilih jadi jawara dalam ajang Noura book Academy.  Penulis mampu meramu konflik yang sederhana.  Konflik batin pada diri Hafiz antara pentingnya belajar agama untuk mewujudkan cita-cita orang tua beserta kakeknya yaitu menjadi penghapal Al Quran serta keinginannya untuk belajar bersama teman-temannya dan keinginannya untuk menjadi dokter. 
Pada bab pertama penulis mampu membuat pembaca terharu dengan Kiamat Sugranya. Rasa penasaran untuk menuntaskan bacaan dan menyelami gaya bahasa penulis semakin besar. Hingga bab terakhirpun pembaca bisa menitikkan airmata tatkala Hafiz cilik mampu menemukan keajaiban Al Quran.  Memang betul bagusnya sebuah tulisan bukan karena ceritanya, tapi karena kelihaian penulis dalam meramu kata-kata.


0