Memberi dan Menginspirasi

Minggu, 23 Maret 2014

MEMBUDAYAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF



Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini. Tak terkecuali anak berkebutuhan khusus / penyandang disabilitas. Karena ABK pun memiliki harapan dan cita-cita juga masa depan.
Jangan biarkan anak-anak  yang memilki keterbelakangan mental , lebih terpuruk keadaannya dengan  tidak memperoleh pendidikan sama sekali. Sekolah akan sangat membantu mereka  dalam bersosialisasi dan untuk memperoleh stimulant-stimulan dari para guru atau mentor.  Sehingga keadaannya akan  jauh lebih baik, jika dibandingkan dengan anak yang terus dikurung dirumah karena memilki cacat.
Disini peran orang tuapun sangat mendukung, keterbukaan orang tua memiliki anak berkebutuhan khusus  akan mempermudah pemerintah setempat (desa) mendata dan memberikan bantuan. Bukan sebaliknya anak berkebutuhan khusus disembunyikan karena malu. Padahal ABK pun perlu disekolahkan.
Dulu masih tahun 90 an  seorang  teman penyandang disabilitas fisik merasa kesulitan mencari sekolah yang mau menerimanya. Pasalnya tidak semua sekolah menerima siswa dengan fisik berbeda (disabilitas).  Baru setelah orang tua teman saya tersebut datang menghadap kepada kepala sekolah, dan menyakinkan kepada kepala sekolah bahwa anaknya mampu untuk bersaing dengan teman-temannya yang normal, barulah kepala sekolah SMK di Bekasi itu menerimanya. Hampir saja teman saya tersebut putus sekolah.
Berbeda dengan saya yang juga memiliki cacat fisik, tidak merasa kesulitan dalam memasuki setiap jenjang pendidkan di Bandung. Dan setiap jenjang saya bersekolah di sekolah umum.
Saya sangat berharap  kejadian yang menimpa teman saya tersebut tak terulang  di zaman sekarang ini. Saat pemerintah sudah mulai peduli terhadap penyandang disabilitas. Bahkan sekarang pemerintah melarang sekolah umum untuk menolak penyandang disabilitas. Semua anak memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan.
Saya merasa salut kepada bupati Kuningan  H.Aang Hamid Suganda sebagai pelopor Pembudayaan Pendidikan Inklusif di Jawa Barat. Dan saat ini sedang dibangun  SLB Negeri dengan tujuan sebagai daya dukung pendidikan khusus bagi warga Jabar dan Jateng PR ( 1/9). Bahkan ada beberapa CPNS yang memenuhi syarat akademik  dari penyandang disabilitas yang diangkat menjadi PNS di kabupaten Kuningan ini.
Saya juga merasa bangga ketika membaca HU PR yang menyatakan bahwa  96 siswa disabilitas mengikuti olimpiade sains  Nasional Di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Siswa tuna netra akan berlomba dalam mata pelajaran matematika, sedangkan siswa tunarungu akan berlomba dalam mata pelajaran biologi dan fisika ( PR 1/9 ).
Para siswa disabilitas telah mampu menunjukan bahwa mereka mampu bersaing dengan teman-temannya disekolah reguler. Dalam setiap kekurangan, seseorang pasti memiliki kelebihan tersendiri.
Jika pembudayaan pendidikan inklusif ini berjalan dan sekolah mau menerima penyandang disabilitas, maka diharapkan para pengusaha maupun pemerintah membuka peluang untuk bekerja  bagi penyandang disabilitas yang seluas-luasnya, tanpa diskriminasi. Dan pada akhirnya stigma negative masyarakat dan merasa tabu bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, lambat laun akan menipis.
Masalah pendidikan tidak akan terlepas dari seorang guru, jadi mempersiapkan guru khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus memang diperlukan.  Anak-anak berkebutuhan khusus harus ditangani  guru yang berkompeten dibidangnya. Tidak semua guru bisa mengajar di SLB. Begitu juga sekolah yang inklusif  harus mempersiapkan guru yang mampu berbahasa isyarat dan mengerti huruf braile.    
Saat ini banyak sekali penyandang disabilitas yang mampu menembus batas. Seperti Angkie Yudistia seorang tunarungu yang mampu menyelesaikan S2 nya disekolah regular.  Dengan keterbatasannya ia mampu bekerja dan memiliki jabatan penting di tempat ia bekerja . Habibie Hafsyah seorang yang menggunakan kursi roda  memilki cacat sejak lahir, mampu menjadi seorang internet marketer. Dan masih banyak lagi penyandang disabilitas yang memilki prestasi dibidang akademik, olahraga maupun kewirausahaan.
Yang terpenting adalah peran orang tua yang tidak mendiskriminasi anak-anak berkebutuhan khusus dan membiarkan anaknya untuk tetap bersosialisasi dengan dunia luar. Jika anak sudah merasa diterima di dalam keluarga maka mereka akan percaya diri untuk melangkah keluar rumah.
Sangat diharapkan kabupaten-kabupaten di Jawa Barat mengikuti jejak langkah Kabupaten Kuningan yang menjadi pelopor diberlakukannya pendidikan inklusif. Sehingga Jawa Barat menjadi Provinsi pelopor  dan akan diikuti oleh provinsi-provinsi lainnya.
Masalah penyandang disabilitas tidak terlepas dari masalah aksesibilitas. Memang diakui di Indonesia  aksesibilitas bagi penyandang cacat masih rendah. Hal ini terbukti di fasilitas-fasilitas umum seperti di stasiun maupun di Perguruan Tinggi  ternama di Indonesiapun masih kurang aksesibilitasnya.
Sangat jauh berbeda dengan di Negara Jepang yang pemerintahnya sangat peduli dengan penyandang cacat, sehingga jalan dan fasilitas umum lainnya dilengkapi dengan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Seperti lift dan toilet yang bisa dipergunakan untuk pemakai kursi roda., Trotoar khusus untuk penyandang tunanetra.
Memang masih banyak yang harus  dibenahi dalam masalah pendidikan Nasional ini. Namun janganlah berputus asa, teruslah bergerak menuju perubahan yang lebih baik. Dan untuk mewujudkan pendidikan bagi semua (education for all) harus dilakukan upaya yang memberi kemudahan bagi ABK untuk dapat bersekolah.
dimuat di Forum guru Pikiran Rakyat Tgl 6 September 2012
0