Memberi dan Menginspirasi

Kamis, 26 Desember 2013

LORONG GELAP



Cerpen  : Yati Nurhayati
Aku berusaha berdiri diatas serpihan hati yang telah hancur, kucoba untuk bertahan walaupun nyawa terasa ditenggorokan, ya terasa ditenggorokan akupun tak bisa menariknya keluar, itulah yang membuatku lebih tersiksa, hidup segan matipun tak mau. Langkahku tertatih-tatih mengumpulkan kekuatan baru.
Tamparan-demi tamparan hinggap dipipiku,sampai tubuhku tersungkur keujung ranjang, aku rasakan ada cairan hangat yang mengalir dikeningku,  darah ya darah segar mengalir kepelipis. Aku mencoba untuk bertahan.
Jika bukan karena janin yang ada dirahimku ini, aku sudah pergi dari rumah sejak dulu. “Maafkan bapakmu nak, ibu harap kau tak dendam diperlakukan seperti ini oleh bapakmu.” Aku mengelus perutku yang semakin hari semakin besar.
Aku terkenang masa awal-awal perkenalanku dulu. Han begitu perhatian, tatapannya mampu menghilangkan galau dihati. Pada saat itu aku tak berpikir ada pria sebaik itu mau mengulurkan tangannya membawaku dari lorong kegelapan kedalam kehidupan yang cerah terang-benderang.
Lorong yang kini aku lalui tidak kalah gelap dengan lorong hitamku  di  masa lalu, lorong maksiat, lorong yang penuh dengan dosa, hanya kenikmatan sesaat yang aku rasakan.
Hingga aku bertemu dengan Han disebuah kereta api dalam perjalanan pulang dari pekerjaanku. Entahlah aku tak tahu apakah penari malam layak disebut pekerjaan. Di sebuah hotel bintang lima aku menjadi penari eksotis yang gemulai, untuk memuaskan nafsu birahi para hidung belang yang jelalatan, para bandit dan bos-bos dengan perut buncit. Pertama memang aku risih menjadi penari dengan pakaian minim sekali dihadapan begitu banyak mata memandang. Tapi kehidupan memaksaku untuk bekerja sebagai penari, aku harus menghidupi keluarga, ayah yang kini sakit-sakitan dan ibu yang kian hari Nampak lebih tua dari usianya serta kedua adik yang masih sekolah. Orang tuaku hanya tahu kalau aku bekerja disebuah hotel, honorku setiap hari besar, lebih dari cukup untuk aku dan keluarga.
Semenjak pertemuan dikereta itu ada pertemuan kedua, ketiga, dan entah berapa kali aku bertemu dengannya disengaja maupun secara kebetulan bertemu.
Sebenarnya aku berusaha untuk menghindari pertemuan dengan Han, aku takut dia keccewa saat tahu pekerjaanku,    namun pertemuan demi pertemuan sulit sekali aku hindari. Hingga suatu hari Han mengikutiku dari belakang dan akhirnya hal yang paling aku takuti terjadi juga. Ya akhirnya Han tahu kalau aku seorang penari klub malam yang terkadang harus melayani laki-laki hidung belang melampiaskan nafsu binatangnya.
Malam itu ditengah hingar-bingarnya music klub malam lampu seperti biasa dipadamkan, dan tepat ditengah malam lampu dinyalakan kembali semua mata memandangku dengan penuh nafsu yang menggelora. Hanya ada sepasang mata yang menatapku penuh dengan kekecewaan dan mata itu tak a sing lagi bagiku. Ia adalah Han seorang laki-laki yang selama ini penuh perhatian terhadapku. Sepertinya hatikupun sama mengharapkannya, hingga aku sakit sekali tatkala ia mengetahui siapa aku sebenarnya. Ada perasaan takut yang menjalar. Ya takut kehilangannya.     
Aku berlari kebelakang panggung, menyelinap kekamar ganti. Penonton yang gaduh tak kupedulikan, begitu juga bosku yang marah-marah dengan insidenku hari ini. Ku lihat Han berusaha mengejarku, kuhentikan sebuah taxi, tak cukup lima menit aku sudah berada di dalam sebuah taxi. Han terus mengejarku dengan mobil tuanya. Tak mungkin aku main kejar-kejaran seperti ini terus, aku harus Tanya Han apa maksud ia mengikutiku terus. Ya aku harus menanyakannya.
“Pak berhenti !” Aku langsung membayar taxi. Mobil Han sudah ada dihadapanku, Han membukakan pintu. Aku pun masuk.
“ Kenapa kau mencari ku ? apa maksudmu selalu mengikutiku ?” “ tin aku ingin menikahi dengan mu.”
“ Aku hanya seorang penari. “ “ aku tidak peduli tin, yang penting kau mau meninggalkan pekerjaanmu itu.” Mata Han menatapku dengan tatapan teduh, kubalas tatapannya. Mata kami saling beradu pandang. “ sungguh kah ?” “ sungguh aku mencintai kamu Tin,” kupandang Han seolah-olah tak mau lepas dari tatapannya. “ Mimpikah aku ?” “ tidak kau tidak sedang bermimpi” bibir lembut Han menempel di bibirku. Aku tak kuasa menolak, di mobil tua itu ada sebuah kenangan indah bersama Han. Janin ini buahnya.
Harapanku hidup bahagia dengan Han pupus sudah, setelah menikah ia berubah drastis, tak ada tatapan matanya yang indah, yang mampu meluluhkan wanita manapun. Yang ada sorot matanya yang menakutkan. Sudah tak terhitung berapa tamparan yang hinggap dipipiku. Aku mengira ia seorang psikopat, sakit jiwa. Setiap kali berhubungan intim dia memulainya dengan kekerasan, hingga ia merasa puas tatkala melihatku tak berdaya.
Apa yang aku lakukan dimatanya selalu salah, tersenyum tidak tersenyum, bicara tidak bicara tidak ada bedanya dihadapan Han. Diam itulah satu-satunya jalan agar aku tak selalu disalahkan. Diam tak bergeming walau sakit kurasakan. Diam bungkam walau tubuh babak belur. Kepada siapa aku harus mengadu semua ini ?   orang tua ? pemerintah ? aku tak tahu harus kemana.
Batinku menjerit tatkala Han meragukan anak yang ada dirahimku, “ aku bersumpah ini adalah anakmu Han, darah daging mu!” aku berusaha meyakinkan ia, harapanku ia tak selalu menyiksaku jika tahu kalau anak ini anaknya. Tapi yang kudapat hanya bantingan pintu. Setelah itu aku tak tahu ia pergi kemana.
Semenjak peristiwa itu Han tak pernah pulang kerumah. Aku paham kalau tugasnya sebagai militer mengharuskan ia pindah dari kota-kekota, dikota inipun ia sedang bertugas hingga akhirnya menikah denganku. Habis masa tugasnya iapun akan pindah kekota lain. Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasibku selanjutnya. ****
Galau kurasakan, kandunganku semakin hari semakin besar, tapi tak ada kabar dari Han. Biasanya ia selalu sempatkan nelpon atau SMS disela-sela tugasnya. Mungkin kali ini aku yang harus SMS. Aku tak mau bertaruh nyawa, melahirkan anak ini tanpa suami disampingku. Bagaimanapun ini adalah kelahiran anak pertamaku, aku merasa cemas dan takut.
“ Mas cepat pulang Ya !” send 08527158xxx. Suara ponselku berbunyi ternyata Han masih ingat buktinya ia telpon balik pikirku. “Hallo, Mas “ “ Siapa Ini ya ?” aku kaget suara wanita di seberang sana. “ Ibu siapa ?” aku balik bertanya. “ saya istrinya  Pak Burhan.” Kumatikan ponselku cepat. Seketika itu aku lemas antara sadar dan tak sadar, antara percaya dan tak percaya, kalau selama ini Han yang kukenal telah beristri.
Ponselku bergetar lagi, diiringi dengan bunyi rington yang dipilihkan Han. “ Ya Allah kuatkan hatiku !” aku beranikan untuk menjawabnya “ Hallo, ibu bisa nggak kalau kita ketemuan ?” kudengar suara wanita tadi di seberang sana, sepertinya wanita itu sudah curiga, kalau aku ada hubungan dengan suaminya. “ dimana ?” “ Katakan saja alamatnya saya akan kesana. “ ujar wanita itu.
Sesuai dengan kesepakatan akhirnya akupun bersedia bertemu dengan wanita yang mengaku sebagai istrinya Han. Walaupun aku ragu, ini adalah jalan terbaik. Aku harus bicara sebagai sesama wanita, ia pun pasti akan mengerti. Kudengar dari gaya bicaranya istri Han orangnya baik. ***
Dua puluh dua tahun aku lalui, semenjak pertemuan dengan istri Han yang pertama aku tak pernah tahu kabar Han. Saat itu istri Han memohon kepadaku untuk tidak mencari lagi Han, dia menodongku dengan sejumlah uang asalkan aku pergi jauh dari kehidupannya. Demi keutuhan rumah tangganya aku rela, walaupun sakit kurasakan. Wanita mana yang rela untuk dimadu, begitu juga istrinya Han pikirku. Lebih baik aku yang mengalah, karena biar bagaimana aku tak punya kekuatan hokum, aku dinikahi secara siri, sedangkan dia nikah secara sah. Ini jalanku yang terbaik, aku ambil uangnya, jumlahnya cukup lumayan untuk modal membesarkan anak ini.
Aku tak mungkin melupakan Han, yang telah membawaku dari lorong gelap, yang telah memberiku malaikat kecil nan lucu. Ialah malaikat kecil itu yang telah menguatkan aku hingga hari ini. Aku tak mau lagi masuk kelorong gelap itu, aku ingin taubat, dan hidup normal bersama malaikat kecilku. Aku dengar dari ustad yang ceramah di mesjid dekat rumahku, kalau zinah itu membawa kesengsaraan yang berkepanjangan. Aku mengalaminya. Aku merasakannya. Aku tak mau lagi terjerumus untuk kedua kalinya.
Aku berusaha sekuat tenaga memberi kehidupan yang baik untuk Han kecilku, dengan membuka usaha catering aku bisa menyekolahkan Han kecil sampai ke perguruan tinggi. Han kecilku kini telah menjadi laki-laki dewasa. Pengusaha muda yang sukses, tidak sia-sia pengorbananku selama ini. Aku bangga sekali  padanya, ia tumbuh sempurna walau tanpa ayah disampingnya. Akulah ayah sekaligus ibu baginya.
Hari ini Han kecilku  memperkenalkanku dengan calon istrinya, Sonya gadis yang cantik, aku tatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Han memang pandai memilih wanita. Dari tatapan keduanya mereka terlihat saling mencinta, tapi entah kenapa  semenjak kedatangannya kesini perasaanku tidak enak.
Tiba-tiba badanku terasa lemas, dan jantungku berdebar kencang, saat Sonya menyatakan kalau ayahnya bernama Burhanudin. Jangan-jangan … kutepis semua prasangka.” Bisa kulihat foto ayahmu?” “ tentu boleh tante!” sonya mengeluarkan dompet dan menyodorkan pas photo ukuran 4 x 6 kepadaku. Kepalaku mendadak pusing bagaimana aku menjelaskannya kepada Han kecil bahwa sebenarnya ia bersaudara sama Sonya. Aku jatuh tak sadarkan diri.
Rancaekek, Oktober 2012
0

Senin, 09 Desember 2013

CERPEN : SEKUNTUM MAWAR MERAH




Hembusan angin malam yang menusuk jaringan kulit hingga terasa kepermukaan tulang tidak membuatku ingin beranjak dari tempat ini.  Bau khas tanah setelah diguyur hujan membuat udara segar sekali terasa. Nampak dilangit bintang-bintang sudah bermunculan kembali, setelah tertutup awan dan akhirnya turun hujan. Ada satu bintang yang cahayanya begitu indah, aku ingin seperti bintang itu, bersinar terang menerangi malam.
Tak sabar aku menunggu hari esok, hari dimana aku bisa menunjukkan kepada orang-orang  yang selama ini aku cintai dan mencintaiku. Pada Bunda, ayah juga Kaka. Bahwa inilah aku. Aku yang manja, kekanak-kanakkan,  sering sakit-sakitan dan sederet kekurangan lainnya. Ternyata bisa mandiri, dan punya karya yang bisa  aku banggakan. Bicara Kaka, aku jadi rindu sekali sama Kaka, setelah hampir 3 tahun tidak bertemu, semenjak Kaka kuliah di negeri Kangguru, komunikasi hanya lewat email dan facebook, itupun sangat jarang.  Dan besok kami akan bertemu, dihari yang akan bersejarah buatku.  Kaka yang super sibuk mau menyempatkan pulang  untukku,  yap tentu saja untuk kebahagianku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana pertemuanku besok, apakah aku bisa merubah suasana  beku dan dingin menjadi lebih hangat.  Apakah  setelah jarak dan waktu memisahkan akan mampu menghancurkan     dinding pemisah antara aku dan Kaka?  Kita lihat saja besok.
Kutarik nafas dalam-dalam “ aah andai Kak Tari ada disini menemaniku menikmati udara malam, andai aku bisa seakrab bintang dan rembulan. “ penyesalan yang bertubi-tubi tentang temperamenku yang sangat jelek tak bisa kuhindari setiap aku teringat Kaka, ingat kebaikannya, ingat perhatiannya, ingat segalanya.
Aku baru merasakannya akhir-akhir ini, ini sebuah kebesaran Allah, saat aku memutuskan untuk jauh dari ayah bundaku, saat aku kuliah dikota hujan ini. Ada banyak hal yang aku rasakan, aku menemukan sesosok bintang yang baru, yang unik, yap manusia yang unik.
Aku dan Kak Tari dilahirkan dari rahim yang sama, berada diperut Bunda sama-sama, menghisap  darah yang sama, bahkan lahirpun hampir bersamaan. Tapi kami berbeda,  karakter berbeda, fisik berbeda, hobi berbeda, kak Tari  orangnya supel, komunikatif, kreatif, selalu ingin nomor satu dalam segala hal, tidak pernah mau menerima kekalahan, sedikit egois. Justru aku sebaliknya, sulit bergaul, belum apa-apa sudah nerveus, aku selalu nerima kaka nomor satu dikelas, mungkin egoisnya sama. Fisik kaka sehat, sebaliknya aku sering sakit-sakitan, selalu ada absen setiap bulannya. Bahkan kalau kecapean aku sering pingsan di sekolah. Inilah yang paling membuatku iri, kak Tari pintar, hingga selalu menjadi kebanggaan ayah, setumpuk prestasi diraihnya, juara olimpiade MIPA, cerdas cermat tingkat provinsi, juara baca puisi, mendapat beasiswa prestasi, selalu peringkat pertama dikelas, dan masih banyak lagi prestasi-prestasi disekkolah maupun diluar sekolah. Untungnya wajah kami mirip sekali, sekilas orang tidak bisa membedakan kami, kalau kak Tari lebih cantik pasti aku lebih iri lagi. Gimana ngga cemburu, kalau ayah selalu bandingin aku sama Kak Tari. Aku sering denger ayah atau bunda selalu bandingin aku sama Kak Tari dihadapan temen-temennya. “ Mentari memang beda sekali sama adiknya Bintang, Mentari tuh bla-bla-bla…, sedangkan Bintang bla-bla-bla…”
Dalam beberapa event Kak tari memang selalu menang, ia tak pernah kalah, dan tak mau menerima kekalahan. Ayahpun mendidik kaka lebih keras, kaka harus selalu nomor satu dikelas, harus punya nilai Sembilan, pokonya kaka harus the best. Tapi tidak seketat itu sama aku, kalau aku dikerasin bisa-bisa sakit, atau stress. Aku lebih dekat sama bunda, karena bunda lebih sabar menghadapi aku.
Pernah suatu hari saat itu aku masih duduk di SD, kaka nggak mau pulang karena takut sama ayah, dan malu telah mengecewakannya, peringkat pertama tak lagi disandangnya, tergeser oleh Dania anak baru pindahan dari luar kota.  Kaka nangis mau rangking satu, tidak mau rangking 2, sudah dibujuk oleh wali kelas kaka tetap tak mau pulang, dia takut kalau ayah marah. Akhirnya ayah datang kesekolah membujuknya untuk pulang. Aku yang hanya dapat rangking 5, merasa biasa saja. Kak Tari mendapat rangking 2 sedih sekali kelihatannya.
Terkadang aku benci sama Kak tari, dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia punya banyak teman, dia mendapatkan perhatian dari banyak orang, bahkan dari teman laki-laki, yang membuat aku semakin keki.
Aku sadar bahwa tidak sepantasnya aku iri hati terhadap saudara sendiri, tapi aku sulit memulai dari awal, memulai komunikasi yang sudah lama beku, akupun ingin seperti Alya dan kakanya bisa seperti sahabat yang selalu pergi kemana-mana berdua, bisa menjadi temen curhat, atau sekedar jalan-jalan bareng. Atau seperti Reynisa dan tetehnya yang bisa bermanja-manjaan, bisa kompakan. Aku yang memulai kebekuan ini. Temperamenku yang jelek selama ini, dan kaka orangnya egois, tidak pernah mau mengalah walau demi adiknya.
Akupun sudah berusaha untuk memperbaiki suasana, mengubah  temperamenku  yang  jelek    dan ingin memulai suasana yang hangat. Tapi selalu tidakberhasil, aku selalu gagal untuk mendekati Kak tari. Soalnya Kaka jarang ada dirumah, tersita oleh kegiatan ekstrakulikulernya, pas datang kerumah  dalam keadaan lelah, penat, menghiasi wajah Kaka.  Akupun ngga tega mengganggunya, atau hanya ingin sekedar cerita tentang teman-temanku.
Jika ingat masa lalu, aku memang keterlaluan, terlalu iri hati, barulah kini aku rasakan arti dari sebuah keluarga, setelah semuanya jauh, rasa rindu sering menyiksa perasaanku. Memang kesendirian telah membuatku bisa memaknai hidup ini. Iri dan dengki telah menguras seluruh energiku dan akupun semakin terpuruk dalam lembah kesengsaraan. Dan aku sendiri tak menyadari potensi yang luar biasa dari diriku.
Jauh dari orang-orangyang aku  cintai ternyata bisa menggali potensi, dan mengenali diri ini,  aku menjadi percaya diri, tidak menganggap diri ini lemah, dan tidak mengukur diri ini dari banyaknya prestasi, atau dari nilai Raport, atau juga dari penghargaan orang lain terhadap diri kita, tapi lebih dari itu, aku menilai diri ini karena aku begitu berharga.
Aku banyak merenung , merenungi  semua yang  terlintas dibenakku, merenungi  segala yang ada dihadapanku, yang aku lihat, aku dengar dan aku raba.  Ternyata dari hasil perenunganku lahirlah tulisan-tulisan yang sedikit dimetaforakan  dan berbau sastra, yang ketika aku baca kembali membuatku kaget, apakah ini benar-benar karyaku ? aku sendiri tidak percaya.
Sebagian besar tulisanku aku kirimkan ke emailnya Kaka, kaka lah komentator pertama terhadap hasil karyaku selama ini.  Ia merupakan motivator dan inspiratorku. Jika ada yang layak dipublikasikan, aku kirim kemedia, lumayan honornya untuk nambah-nambah uang saku. Walaupun tidak setiap tulisanku diterima oleh redaktur.
Malam semakin larut, dan akupun terhanyut dalam kenangan bersama  Kaka, mungkin karena besok kami akan bertemu. Kak Tari akan datang ke acara launching novel perdanaku, aku ingin menarik malam ini agar segera berlalu,  hari yang kunanti-nanti kini telah tiba , dimana aku bisa tunjukkan prestasiku pada dunia, hari dimana ayah memandangku dengan bangga, seperti yang ayah lakukan jika kak Tari mendapat kemenangan, sudah lama sekali aku memimpikannya.
***
Dipenghujung acara
“ Novel ini aku persembahkan untuk ayah bundaku yang setiap desahan nafasnya ada sebait doa untukku, dan untuk Kak tari satu-saatunya yang tiada henti menjadi bank inspirasiku selama ini…”  semua mata memandangku dengan bangga, kulihat kaka dengan sekuntum bunga mawar merah dibarisan belakang tersenyum ramah padaku, tapi kenapa aku tak melihat bunda ?   bukankah seharusnya  mereka sama-sama.
Tidak sabar aku ingin menemui Kak Tari, kupersingkat  sinopsys novelku dan bergegas turun dari panggung, aku menyelinap diantara pengunjung , tiluit ,…tiluit…tiluit..suara ponselku berbunyi sebelum aku sempat temui Kak tari di bangku belakang. “ Hallo !” “ Iya bun, kenapa, Bunda  dimana sekarang ? “ “ acaranya sudah selesai nak?”  “ udah Bun, kenapa suara Bunda ? Bunda nangis Ya ? “ “ syukurlah, maafin Bunda ya sayang, bunda nggak bisa hadir, semalam Bunda dapat kabar pesawat Kaka mu hilang jejak entah jatuh dimana, seharusnya malam sudah sampai,  ini Bunda masih di bandara  tunggu kabar. Bunda sengaja nggak kasih kabar ke bintang  tadi malam, takut mengganggu konsentrasimu mempersiapkan launching bukunya.” “ Apa ? Lalu siapa wanita tadi bunda ? “ cepat aku bergegas ke bangku belakang. “ Hallo , Bintang kamu masih disana ? kalau sudah selesai acaranya temani bunda di Bandara ya?”  “Ya Bun.” Kututup ponselku segera. Penat lelah kurasakan, maafin aku Kak belum sempat minta maaf, belum sempat memperbaiki hubungan kita. Kulihat sekuntum mawar merah tergeletak di atas kursi. “ bunda aku tak bisa setegar bunda “  aku jatuh tak sadarkan diri.
Bandung, Awal Desember 2005
0

Rabu, 04 Desember 2013

SEKOLAH JANGAN HANYA MENCARI NILAI



Seorang siswa persamaan paket C bertanya pada saya “ Bu teman saya mau nembak ijazah bisa tidak ? “ saya balik bertanya “ maksudnya nembak ijazah gimana ?” “ tidak mau    ikut ujiannya, tapi dapat ijazah setara SMA , berapa biayanya ?” begitu ucapnya. “ Pemerintah  sudah  memberikan keringanan  bagi yang  putus sekolah, dengan di adakannya ujian persamaan Paket B dan C. pertemuannya hanya sekali dalam sepekan, selama 1 tahun. Nanti bisa ikut ujian seperti sekolah reguler.  Masih minta keringanan, orang lain itu ingin mendapatkan ijazah harus melewati proses yang panjang. Harus pergi sekolah setiap hari dan mengikuti  sedikitnya 4-5 jam pelajaran setiap hari  selama 3 tahun. Bilang sama teman mu, tidak bisa nembak ijazah seperti itu, tetap harus mengikuti ujian. ” Jawab saya. Tidak puas dengan jawaban saya siswa itupun bertanya lagi kepada guru lain yang sudah lebih lama mengurusi masalah ujian persamaan ini.
Fenomena instan ini bukan hanya terjadi di lingkungan anak putus sekolah saja, tapi juga di perguruan-perguruan tinggi,  jasa pembuatan skripsi sampai jual beli ijazah palsu marak beredar akhir-akhir ini.   Sampai salah seorang dosen saya selalu mengingatkan keada mahasiswanya, “ jangan hanya menghargai hasil, tapi hargai proses, bapak lebih menghargai mahasiswa yang rajin, daripada mahasiswa yang memiliki nilai tinggi, mahasiswa yang berproses mengikuti perkuliahan minimal 75 %, mengumpulkan tugas-tugas dan mengikuti UTS dan UAS.”
Mental generasi muda yang ingin serba instan, tidak menutup kemungkinan akan menjadi generasi koruptor. Ingin cepat kaya, ingin cepat sukses. Tanpa ingin melalui proses yang panjang.
 Maraknya kasus korupsi di Negara tercinta ini, jangan-jangan salah pada pendidikannya,  yang hanya ingin mengejar nilai , sedangkan pendidikan karakter masih berupa wacana, implementasinya masih kurang.
Pendidikan  karakter  diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan  kualitas sumber daya manusia, karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan karakter bukan sekedar mengajar kan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik, sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotor).
Pendidikan karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit) karena karakter tidak terbatas pada pengetahuan. Karakter  menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. 
Disekolah pendidikan karakter tidak bisa diajarkan seperti mata pelajaran  yang lain. Tanpa ada contoh dari kepala sekolah  sebagai pemimpin tertinggi dilingkungan sekolah dan para guru  pendidikan karakter sulit diimplementasikan.  Contoh kecil masalah kedisiplinan, sebagai karakter yang harus diterapkan  kepada anak didik. Bagaimana mau mengajarkan kedisiplinan, jika guru sering datang terlambat kesekolah.
Di  Negara Jepang  pendidikan karakter sudah berkembang  beberapa tahun yang lalu, orang  jepang  menerapkan pendidikan karakter melalui film-film kartun yang disukai anak-anak. Sebagai contoh dulu Jepang tidak punya pemain sepak bola yang handal, bahkan pernah mengalami kekalahan saat dipiala dunia melawan Indonesia. Lalu jepang mengeluarkan film kartun yang berjudul Kapten Tsubasa,  seorang pemain sepakbola yang memiliki karakter pantang menyerah. Beberapa tahun kemudian muncullah pemain-pemain hebat bukan saja di Jepang tapi banyak juga pemain-pemain Internasional  yang berasal dari negri Sakura ini.
Jepang menyadari pengaruh visual sangat besar terhadap karakter anak. Karena prilaku anak terbentuk 55 % dipengaruhi oleh visual (melihat), vocal 38 %, dan verbal 5 %.
Perilaku seorang anak sangat dipengaruhi oleh apa yang dia lihat, apa yang dia dengar, apa yang dia baca dan dengan siapa dia berteman. 
Pendidikan karakter sangat erat  kaitannya dengan pendidikan agama, pemahaman agama yang benar sangat berguna bagi generasi  muda. Saat ini banyak para pemuda yang  terkait jaringan teroris. Alih-alih ingin mendirikan Negara islam, padahal jaringan teroris. Disini peran guru sebagai tenaga pendidik turut bertanggung jawab dalam  memerangi  terorisme dan koruptor sebagai ancaman terbesar bangsa kita.
 Nilai memang penting untuk mengukur kemampuan siswa, namun nilai  bukanlah segalanya, sehingga untuk memperolehnya harus menggunakan  kecurangan.  Nilai merupakan hasil dari suatu proses,  guru yang menghargai proses tentu tak akan  membenarkan  kecurangan-kecurangan  yang marak terjadi di dunia pendidikan, seperti contoh kecil  kebocoran soal dan kunci jawaban  UAN.
  Jjika anak sudah terbiasa melakukan kecurangan sejak dibangku sekolah, bagaimana jika ia mendapat kepercayaan memimpin bangsa dimasa yang akan datang.   Mungkin tak akan sungkan lagi melakukan kecurangan yang lebih besar, karena sudah terbiasa. Semoga hal itu tidak terjadi. Mulailah dari sekarang untuk menghargai proses  bukan hanya  hasil.
0

Budaya menulis Dikalangan Guru




Sebagai kaum intelektual guru dituntut untuk bisa membuat karya tulis ilmiah dan mempublikasikannya. Hal ini bertujuan untuk pengembangan profesi guru. Seperti kita ketahui menulis merupakan  aktivitas seluruh otak. Yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan otak kiri (logika). Peran otak kanan adalah tempat munculnya gagasan baru, gairah dan emosi. Sedangkan otak kiri tempat munculnya perencanaan, outline, tata bahasa, tanda baca dan penyuntingan.
Guru harus bisa menulis, bahkan wajib. Pemerintah sudah jauh-jauh hari mengimbau agar guru rajin menulis. Karena dengan menulis guru akan banyak membaca. Guru yang baik adalah guru yang banyak membaca guna menyiapkan materi untuk anak didik. Setelah membaca, ia harus merumuskan atau memilah-milah poin yang ingin disampaikan. Tak bisa serta-merta mengajarkan semua dari buku. Bisa jadi tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
Untuk meningkatkan kualitas guru, pemerintahpun membuat kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara pendayagunaan  Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi  Nomor 16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya yang berlaku efektif sejak awal tahhun 2013. Melalui aturan ini, guru-guru dituntut untuk membuat karya tulis ilmiah diantaranya dalam bentuk presentasi diforum ilmiah, hasil penelitian, tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah popular, artikel ilmiah, buku pelajaran, modul / diktat, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru .
Bagi guru yang memiliki karya tulis ilmiah atau sering dimuat tulisannya dimedia, tentu memiliki angka kredit yang lebih tinggi dibandingkan guru yang tidak memiliki karya tulis ilmiah.  
Melalui menulis, guru mudah berbagi ide dan pemikiran. Keterampilan menulis merupakan salah satu ciri kalangan terpelajar. Kaum terpelajar memanfaatkan keterampilan menulis untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, memberitahukan, dan memengaruhi publik
Setiap kebijakan pasti menuai pro dan kontra, namun terlepas dari itu semua kita sebagai guru selayaknya merespon positif dengan apresiasi terhadap kebijakan tersebut. Bukankah seorang guru pernah menjadi mahasiswa yag sudah terbiasa dengan karya tulis ilmiah, seperti makalah dan skripsi. Bagi guru yang ketika menjadi mahasiswa bukan plagiator, tentu tidak akan merasa kesulitan dengan kebijakan ini.
Sejak internet  hadir, banyak orang yang mengambil manfaat positifnya. Diantaranya yaitu dengan budaya menulis di blog. Blog juga bisa dimanfaatkan oleh para guru untuk mengasah kemampuan tulis-menulis.  Guru bisa menuliskan mata pelajaran yang bisa dibuka kapanpun oleh anak didik, ataupun bisa menulis pekerjaan rumah untuk siswa, artikel, dan lain-lain.
Pada zaman sekarang, menulis itu mudah dan murah. Kita hanya butuh koneksi internet untuk mencari data, bahan, atau materi yang mendukung. Untuk membuat buku (seandainya penerbit menolak proposal buku atas pertimbangan tertentu), kita dapat menyajikan dalam versi e-book. Begitu juga artikel, seandainya media massa tak bisa memuat karya itu, kita bisa memasang di blog.
Alasan klasik yang biasa terlontar dari para guru adalah ketiadaan waktu, sebenarnya kalau masalah waktu adalah masalah menyempatkan diri. Menulis tidak harus sekali jadi, menyempatkan satu jam dalam sehari untuk menulis, itu sudah awal yang baik. 
Seperti di Media Pikiran Rakyat ada Forum Guru. Media ini bisa dimanfaatkan oleh para guru untuk lebih peka terhadap permasalahan yang terjadi didunia pendidikan dan menuliskannya. Atau menulis untuk citizen journalism. Sesuai arti citizen jurnalism yang dibahasa-Indonesiakan berarti jurnalisme warga. Warga, artinya seluruh lapisan masyarakat, siapa pun orangnya. Bisa insinyur, penjual sayur, penjual bubur, penghibur, selama ia bisa menulis, mengapa tidak? Mulai dari pengusaha hingga asisten rumah tangga, dengan catatan, tentu saja tulisannya harus memenuhi kriteria. Ruang bagi citizen journalism sangat banyak. Diantarnya rubrik guru, rubrik mahasiswa, rubrik perempuan berbicara, opini dan lain-lain.
Dari peraturan Menteri tersebut diharapkan mampu melahirkan penulis-penulis baru dari kalangan guru yang lebih mengerti masalah pendidikan sehingga menjadi sumbangsih bagi dunia pendidikan itu sendiri.
0