Memberi dan Menginspirasi

Senin, 28 Oktober 2013

Mewaspadai Kejahatan Didunia Maya






Seorang ibu dengan wajah cemas manghampiri saya yang sedang duduk di teras depan rumah. Ternyata ia sedang mencari anak gadisnya yang sudah dua hari tak pulang, Nampak sekali kesedihan diwajah ibu tersebut. Dugaan awal anaknya janji ketemuan dengan teman di facebook.  Ini hanya salah satu kasus yang terjadi akibat pertemanan didunia maya. Masih banyak kasus-kasus lain yang lebih serius, seperti pelecehan seksual, prostitusi, trafficking dan lain-lain.
Face book yang sudah menjadi ikon pergaulan generasi abad 21 ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki niat jahat dan ada kesempatan untuk melakukannya. Kejahatan didunia maya ini (cyber crime) menduduki urutan kedua setelah narkoba.  Baik dilihat dari nlai keuntungan maupun kerugian dan kerusakan bagi para korbannya.
Kejahatan didunia maya terjadi karena adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh sipelaku kejahatan.  Mereka melakukan kejahatan virtual sebagai efek dari tak mampu memahami secara baik filosofis berinternet.
Kasus-kasus penculikan, perdagangan wanita, dan situs-situs tak bermoral menjadi isu yang tiada habisnya diberitakan media. Serangan program jahat (malware), fishing, pembobolan rekening (cracking), prostitusi maya, dan baru-baru ini penculikan bagai binatang buas yang siap menerkam.
Contoh kasus di Indonesia

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain:
Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.

Membajak situs web:
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya.

Probing dan port scanning:
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan?

Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah “nmap” (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.

Virus:
Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia . Penyebaran umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan membuat virus komputer?

Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack:
DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.

Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain:
Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.

Sebagai manusia berbudaya dan berperadaban, bijaksana rasanya kalau kita memiliki pemahaman dan pengamalan yang baik tentang internet. Inilah yang disebut dengan istilah “Media literacy”. Sederhananya, seorang pengguna internet mesti memiliki pemahaman mulia tentang penggunaan media internet (seperti Facebook, Twitter, Plurk, Koprol, Linkedin, Hi5, dll) dalam kehidupannya. Sebab, pengguna internet kerap melakukan manifulasi diri untuk menarik simpati dan perhatian pengguna internet lainnya.
, internet – khususnya jejaring sosial – mesti dimanfaatkan untuk sesuatu yang positif. Mudah-mudahan situs digital social network dapat dijadikan media beramal saleh, bukan beramal salah.
Dari berbagai sumber
0

Selasa, 22 Oktober 2013

Keterbatasan Bukan Halangan untuk Berkarya


Oleh Yati Nurhayati,SH
Terlahir cacat bukan suatu pilihan hidup tapi sebuah kenyataan yang harus dijalani dengan penuh kesabaran, baik bagi individu penyandang cacat itu sendiri maupun  bagi keluarganya. Jika harus memilih merekapun tak ingin menjatuhkan pilihannya sebagai penyandang disabilitas. Selain banyak mimpi dan harapan yang sulit diraih, stigma masyarakat terhadap penyandang cacat sampai saat ini masih rendah. Banyak orangtua yang merasa malu memiliki anak penyandang disabilitas, bahkan ada yang tega membuang darah dagingnya sendiri ketika diketahui memilki cacat.
Banyaknya penyandang cacat yang mampu berprestasi mudah-mudahan bisa mengikis sedikit-demi sedikit stigma miring terhadap penyandang disabilitas. Habibie Alpansyah Seorang penyandang disabilitas, menggunakan kursi roda mampu menjadi internet marketer dengan penghasilan ribuan dolar setiap bulannya. Angki Yudistia seorang tunarungu yang menjadi CEO di perusahaan dan mendirikan sebuah lembaga social, dan mampu menyelesaikan pendidikan sampai S2, juga penulis buku. Sugeng tidak memiliki kaki, mampu membuat kaki palsu dan bekerja sama dengan Kick Andi untuk memberikan bantuan social terhadap penyandang cacat lainnya. Dan masih banyak lagi penyandang disabilitas yang memiliki kesuksesan dalam membangun usahanya sendiri maupun bekerja di perusahaan sebagai karyawan.
 Contohnya Rustiningsih seorang  alumni klien BBRVBD Angkatan 3 tahun 2000  yang kini menjadi karyawan di PT  Bando Elektronik Indonesia, MM2100 Cikarang Barat. Ia sudah bekerja kurang lebih 11 tahun. Rusti mampu bekerja seperti karyawan lainnya, bahkan jika penyandang disabilitas mendapat pekerjaan ia akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya dengan bekerja tekun dan teliti, karena ia tahu untuk memperoleh pekerjaan itu sulit. Dari gaji yang diterima dari perusahaan yang bergerak dibidang Manufacture of power transformer itu Rusti dapat membeli rumah dan membantu membiayai pendidikan adiknya hingga selesai.
Ada juga Wiki Rusnansyah seorang lulusan BBRVBD jurusan Desain Grafis yang kini bekerja di CV Pancar prima Agung sebagai Supervisor mesin-mesin. Dengan gaji pokok Rp.2500.000, Wiki mampu membiayai hidupnya sendiri tanpa bergantung kepada orangtuanya, bahkan bisa mengirim orang tuanya di Lampung.
Perlakuan perusahaan  terhadap karyawan disabilitas sama, tidak ada perbedaan sama sekali, oleh karena itu Wiki memberi kiat-kiat, “supaya bisa bertahan lama bekerja di perusahaan adalah harus bersikap jujur dan jangan merasa kurang dari orang lain, jadi harus percaya diri bahwa penyandang disabilitas juga bisa bekerja. Oleh karena itu setiap karyawan penyandang disabilitas harus bisa menunjukan kemampuannya dalam bekerja, sehingga oranglain bisa melihat dan percaya bahwa penyandang disabilitaspun mampu untuk bekerja apabila diberi kesempatan.”
Penulis juga bangga terhadap Bupati Kuningan yang sudah mengangkat 19 anak berkebutuhan khusus yang memiliki persyaratan secara ijazah dan derajat kecacatan untuk diangkat menjadi PNS dilingkup pemerintah Kabupaten Kuningan.( PR,  Rabu  4/7 ).
Bahkan saat ini  banyak penyandang disabilitas yang bisa diterima didunia kerja , seperti yang dikatakan Muhaimin Iskandar  bahwa  pemerintah akan terus melakukan usaha-usaha untuk memberikan kesempatan kesempatan kerja yang lebih luas lagi kepada para penyandang disabel, sesuai dengan ketentuan perundangan dan regulasi pendukung lainnya.  saat membuka bursa kerja (job fair) Penyandang Cacat di Solo, Jawa Tengah Rabu (19/9).
Salah satu lembaga pemerintah yang konsen dalam menciptakan tenaga kerja penyandang disabilitas yang siap untuk bekerja dan bersaing dipasaran bebas adalah Balai Besar Rehabilitasi  Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Cibinong Bogor, dibawah Kementrian Sosial.  Dari segi kemampuan tenaga kerja penndang disabilitas tidak berbeda dengan kemampuan orang normal pada umumnya, tetapi pada kenyataannya pemberdayaan mereka masih terkendala. Salah satunya yaitu masih adanya ketidakpercayaan dari masyarakat dan dunia usaha akan kemapuan yang mereka miliki.hal tersebut terjadi karena kurangnya informasi berkaitan dnegan potensi penyandang disabilitas terlatihdan kemapuan yang bisa diberdayakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Sehubungan dengan hal tersebut bidang penelitian dan pengembangan BBRVBD mengadakan kegiatan kajian pasaran kerja bagi penyandang disabilitas terlatih. Pada tahhun 2011 dilaksanakan di 4 (empat) provinsi yaitu Provinsi Kalimantan timur, jwa Barat, jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Kajian tersbut bertujuan untuk mengidenfikasi pasar kerja dan mengindefikaasi kulifikasi pekerjaan  bagi penyandang disabilitas pada perusahaan di empat provinsi tersebut. Sedangkan yang menjadi sasaran responden meliputi perusahaan besar maupun kecil dan instasi pemerintah yang ada dilokasi kajian.  Dari  177  perusahaan, respondennya adalah mereka yang memiliki kompetensi, kewenangan, kekuasaan serta mengetahui seluk beluk ketenagakerjaan perusahaannya masing-masing. Yaitu yang menjabat sebagai direktur perusahaan 11 orang, manager personaia 81 orang, serta unsure kepagawaian lainnya seperti  manager marketing, manager humas, staf personalia, pejabat sementara personalia sebanyak 85 orang. Informasi yang disampaikan terutama informasi yang berkaitan dengan kebijakanpun lebih akurat dan bisa dipertanggung jawabkan.
Dari 177 responden, hampir seluruh responden ( 70,06 % ), belum mengetahhui tentang adanya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat serta Peraaturan Pemerintah No 43 tahun 1998. Ini menunjukkan bahwa sosialisaisi  dari kedua aturan tersebut masih sangat kurang untuk kalangan pengusaha.  Dalam peraturan tersebut diatur hak-hak penyandang disabilitas dan kewajiban masyarakat untuk memberdayakan penyandang disabilitas tersebut.
Selama ini perusahaan merekrut tenaga kerja dari penyandang disabilitas bukan atas dasar Undang-ndang yang mewajibkan memperkerjakan sedikitnya 1 % untuk penyandang disabilitas., melainkan karena memang sesuai dengan formasi dan kemampuan para pelamar.
Penulis juga sangat berharap melalui tulisan ini, bisa mengsosialisasikan kepada masyarakat khususnya  para pengusaha dan instansi pemerintahan untuk memberdayakan penyandang disabilitas. Karena menurut penulis upaya mengsosialisaikan bukan saja tugas pemerintah, tapi tugas penyandang disabilitas itu sendiri dan masyarakat luas yang peduli dan memiliki sikap kesetiakawanan social.
0

Jumat, 18 Oktober 2013

Menyusuri Sejarah Muslim Rohingya


Beberapa hari ini diberitakan  di Televisi Swasta bentroknya imigran yang menewaskan delapan orang di Rumah Detensi Imigran  (Rudenim) Medan.  Rumah yang dihuni oleh 284 imigran yang berasal dari iran Afganistan, Pakistan, Myanmar dan mayoritas Rohingya, yang mencapai 164 orang (Kompas, 7/4). Miris sekali mendengar bahwa etnis Rohingya yang mayoritas adalah  muslim tidak diakui di negaranya sendiri Myanmar, sehingga mereka mengungsi di Negara lain untuk mencari suaka. 
Masih banyak yang belum mengetahui etnis Rohinghya ini, dan mengapa etnis yang mayoritas muslim ini tak diakui dinegaranya Myanmar. Tulisan ini akan  menyoroti Rohingya  dari sudut kesejarahan.
Warga  etnis yang tinggal di Negara Bagian Arakan, Myanmar, cukup bervariasi. Banyak pula perbedaan-perbedaan dan klaim yang diutarakan para sejarahwan dalam mendeskripsikan asal-usul bangsa Rohingya.
            Seorang sejarawan seperti Khalilur Rahman mengatakan, kata "Rohingya" berasal dari bahasa Arab yaitu "Rahma" yang berarti pengampunan. Sejarawan itu menelusuri pula peristiwa kecelakaan kapal pada abad ke-8, tepatnya pada saat kapal Arab terdampar di Pulau Ramree (perbatasan Burma dan Bangladesh). Pada saat itu, para pedagang keturunan Arab itu terancam hukuman mati oleh Raja Arakan. Mereka memberontak dan berteriak "Rahma." Penduduk Arakan kesulitan untuk menyebut Kata "Rahma" mereka justru menyebut "Raham" (kasihanilah kami) dari "Raham" kata itu berubah menjadi "Rohang" dan akhirnya menjadi "Rohingya."
            Namun sejarah itu ditepis oleh mantan Presiden dan Sekretaris Konferensi Muslim Arakan, Jahiruddin Ahmed dan Nazir Ahmed. Ahmed mengklaim, kapal yang terdampar di Ramree adalah kapal milik warga Muslim Thambu Kya, yang tinggal di pesisir pantai Arakan. Merekalah warga Rohingya yang sebenarnya, dan mereka merupakan keturunan warga Afghanistan yang tinggal di Ruha. Sejarahwan lain yang bernama MA Chowdhury  memiliki pendapat lain mengenai asal usul Rohingya. Chowdhury yakin, di antara warga Myanmar, ada populasi Muslim yang bernama "Mrohaung." Warga itu berasal dari Kerajaan Kuno Arakan dan nama "Mrohaung" diubah menjadi "Rohang."
            Sementara itu sejarahwan asal Myanmar, Khin Maung Saw  menjelaskan, warga Rohingya tidak pernah muncul dalam sejarah Myanmar, sebelum tahun 1950. Sejarahwan Myanmar lainnya juga yakin, tidak ada kata "Rohingya" dalam sensus penduduk 1824, yang dilakukan oleh Inggris. Klaim baru pun muncul dari Universitas Kanda yang menyebutkan bahwa warga Rohingya merupakan keturunan dari bangsa Benggala yang bermigrasi ke Burma pada dekade 1950an. Mereka melarikan diri di era kolonialisme.  Bersamaan dengan itu, Dr. Jacques P mengatakan bahwa penggunaan kata "Rooinga" sudah ada pada abad ke-18, dan kata itu dipublikasikan oleh seorang warga Inggris.  Menurut sejarah, peradaban Muslim di Arakan sudah ada pada abad ke-8, tepatnya di saat pedagang Arab tiba di Asia. Mereka bermukim di Kota Mrauk-U dan Kyauktaw, wilayah itu saat ini dipenuhi oleh etnis Rohingya.
Ketika Inggris melakukan sensus penduduk pada 1911, pemukim Muslim di Arakan sudah berjumlah 58 ribu orang. Jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920-an ketika Inggris menutup perbatasan India, sehingga orang Bengali memilih masuk ke Rakhine.
Akar Permasalahan 
Sebenarnya konflik antara etnis Rohingya dan Rakhine kerap terjadi sejak puluhan tahun silam. Apa sebenarnya akar masalahnya? Salah satu akar konflik menahun itu adalah status etnis minoritas Rohingya yang masih dianggap imigran ilegal di Myanmar. Pemerintah Myanmar tak mengakui dan tak memberi status kewarganegaraan kepada mereka. Sebagai akibat tiadanya kewarganegaraan, etnis Rohingya tak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, dan bahkan pekerjaan yang layak. Mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan.
Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Hal itu ditegaskan kembali oleh Presiden Myanmar, Thein Sein, dalam Al Jazeera, 29 Juli 2012 bahwa Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh itu.
Akar konflik yang lain adalah adanya kecemburuan terhadap etnis Rohingya. Populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa dasawarsa ini terus meningkat. Tentu saja, hal ini menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan pada etnis mayoritas Rakhine. Bagi mereka, keberadaan etnis Rohingya pun sangat mungkin dianggap kerikil dalam sepatu, yakni sesuatu yang terus mengganggu. Keberadaan etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas lahan dan ekonomi, khususnya di wilayah Arakan, Rakhine yang menjadi pusat kehidupan etnis Muslim ini.
Melihat sejarah diatas Sudah jelas bahwa Rohingya merupakan komunitas migrant dari Bangladesh yang sudah ratusan tahun tinggal di  Arakan, Rakhine, Myanmar. Sebagai komunitas yang sudah lama menetap di sebuah wilayah yang kebetulan kini menjadi bagian dari negara Myanmar, tentu saja sudah selayaknya mereka mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama status kewarganegaraan. Meskipun demikian, sikap pemerintah Myanmar sudah jelas seperti yang disampaikan Thein Sein bahwa Myanmar tak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada Rohingya. Namun, Myanmar menawarkan solusi berupa pengiriman  ribuan orang Rohingya ke negara lain atau tetap tinggal di Arakan, tetapi berada di bawah pengawasan PBB. Jadi, kelihatannya etnis Rohingya masih belum bisa bernapas lega sampai beberapa tahun mendatang.
Kini etnis Rohingya bukan saja tak diakui kewarganegaraanya yang mengakibatkan sulitnya mengakses pendidikan, layanan kesehatan  serta sulitnya mendapat pekerjaan, namun jika menjadi pelarian (imigran) tak disukai oleh sebagian Negara.  Bantuan  mengalir dari warga muslim yang bersimpati, namun yang mereka rasakan tidak sampai kepada pengungsi Rohingya, mereka hanya memanfaatkan untuk mendapat keuntungan secara pribadi
0

Kamis, 17 Oktober 2013

Sastrawan Indonesia dan Penghargaan Nobel


The Nobel Prize in literature merupakan hadiah sastra yang paling bergengsi di dunia yang berawal dari kekecewaan Alfred Nobel (1933) terhadap penyalahgunaan dinamit hasil temuannya. Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang yang berjasa dibidang perdamaian, sastra dan ilmu. Hadiah nobel yang berkaitan dengan kesusastraan mencakup puisi, roman, cerita pendek, esai, dan pidato / suara.
Sully Prudhome (Perancis ) mendapatkan Nobel pertama (1901),  dan yang terkhir pada tahun 2012 Mo yan (China) dengan realism halusinasinya menggabungkan cerita rakyat sejarah dan kontemporer. Selama lebih dari seratus  tahun belum ada sastrawan Indonesia yang mendapatkan penghargaan ini. Beberapa kali Pramudya Ananta Toer masuk nominasi Nobel, namun setelah ia keburu meninggal, kesempatan putra Indonesia mendapatkan Nobel sastrapun lewat.  Walaupun karyanya di dalam negeri dinilai controversial, Pram Mampu membebaskan diri dan hegemoni kuasa dalam teks-teks sastra. Yakni sastra yang hanya mengagung-agungkan kelas kelas atau kasta satria, sedang kelas-kelas atau kasta-kasta dibawahnya tidak punya peran sama sekali.
Dalam pidato tertulisnya pada saat menerima penghargaan Magsaysay, di Manila, Pram mengatakan bahwa sastra yang dilahirkan dalam pangkuan kekuasaan dan berfungsi memangku kekuasaan semacam itu, langsung menggiring pembaca pada sastra hiburan, memberikan umpan pada impian-impian naluri purba pada pembacanya. Sejalan dengan Machiavelli, sastra demikian menjadi bagian alat tak langsung kekuasaan agar masyarakat tak punya perhatian pada kekuasaan negara.
Singkatnya, agar masyarakat tidak mengindahkan politik. Sastra dari kelompok kedua ini membawa pembacanya berhenti di tempat. Dan Pram memilih untuk tidak berpihak pada sastra semacam itu.
Sehingga tak heran jika Pramoedya Ananta Toer  meski sarat kritik terutama terhadap budaya Jawa yang dominan tapi nuansa humanisme menjalar disetiap halaman-halamannya lengkap dengan berbagai kompleksitas nation pada zamannya.
Dengan kata lain, sastra Pram adalah sastra yang menghadirkan kenyataan sejarah. Dan apa yang disebut kenyataan di Indonesia, memang cukup memojokkan kelas menengah. Sebab mereka mapan diatas penderitaan.(Seno Gumira Adjidarma, 2005;24). Makanya jangan heran jika karya Pram di Indonesia justru dilarang dibaca khalayak.
Menurut HB Jassin  masih sedikit sastrawan  Indonesia  yang menulis keunikan budaya sebagai bahan dasar karya-karya mereka. Budaya yang dimaksud adalah keragaman berbagai kebudayaan nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan kebudayaan itu yang melebur menjadi satu sebagai budaya Indonesia. Dalam peleburan itu sejatinya budaya Indonesia mampu melahirkan sastra tinggi, yakni sastra mampu menegosiasikan beragam budaya dalam di masyarakat. Sastra yang demikian adalah sastra yang mampu mendongrak hegemoni dan menjadi corong bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Kebudayaan Indonesia yang unik itu dimarjinalkan. Para sastrawan dan budayawan justru lebih memilih budaya eropa sebagai bahan dasar kesusastraan Indonesia. Sastra Indonesia diarahkan untuk publik kelas menengah. Jika ditarik ke belakang akar dari itu semua adalah pengaruh politik kolonial yang berhasil menumpas tumbuhnya kesusastraan nasional yang berbicara tentang kemerdekaan bangsa pada saat itu.  
Padahal menurut pantauan Ajip Rosidi, setiap pengarang dengan latar budaya yang besar pada waktunya secara bergiliran mendapat hadiah Nobel.
Kita bisa melihat Ivan Alexsevevich Bunin (Uni Soviet) 1933,  dengan kesenian tegas yang dibawanya mengikuti tradisi Rusia klasik dalam penulisan prosa. Pengarang  dengan latar budaya Jepang (Kawabata Yasunari, 1968; Oe Kenzaburo, 1994), dengan latar belakang Arab Islam (Nadjib Mahfudz, 1988), dengan latar belakang budaya Hitam Afrika (Wole Soyinka, 1986), latar belakang budaya Cina (Gao Xingjian), sedangkan dari latar belakang budaya India adalah sastrawan Asia pertama yang memperoleh hadiah Nobel (Rabindranath Tagore, 1913).(Horison XXXXI, 2006;16) Juga Mo Yan dari  China (2012) dengan realism halusinasinya menggabungkan cerita rakyat sejarah dan kontemporer.
Andrea Hirata  pantas berbangga,  Novel Laskar pelangi  diterbitkan oleh Farrar Strauss and Giroux (FSG), New York. FSG merupakan penerbit yang banyak merilis karya sastrawan peraih Nobel. Sebanyak 23 karya sastra Nobel yang diterbitkan FSG. Misalnya, karya sastrawan Pablo Neruda, Nadine Gordimer, Mari oVargas Llosa, dan karya sastrawan besar lainnya.
Jalan untuk meraih Nobel sastra terbuka lebar bagi Andrea Hirata. Apalagi Novel ini sudah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa. Novel Laskar pelangi merupakan  novel bermuatan isu kemanusiaan dan pendidikan. Cathrin Anderson seorang Agen Novel Laskar pelangi di N ew York, yakin kalau Indonesia bisa mendapatkan Nobel.
Novel Laskar Pelangi diterjemahkan oleh Angie Kilben, dari fakultas sastra Ohio. Setelah diterjemahkan, novel Laskar Pelangi menjadi lebih tebal dari versi Indonesia-nya. Novel ini mulai terbit di New York pada November 2012 lalu.  Andrea berharap, novel Laskar Pelangi dapat membawa kabar bagus dengan mendapat Nobel sekaligus menjadi penulis Indonesia pertama yang meraih Nobel.
Namun untuk meraih Nobel memerlukan proses yang panjang, menurut Andrea Hirata perlu dua sampai tiga  lagi Novel terbit di New York. 
0