Memberi dan Menginspirasi

Kamis, 26 Desember 2013

LORONG GELAP



Cerpen  : Yati Nurhayati
Aku berusaha berdiri diatas serpihan hati yang telah hancur, kucoba untuk bertahan walaupun nyawa terasa ditenggorokan, ya terasa ditenggorokan akupun tak bisa menariknya keluar, itulah yang membuatku lebih tersiksa, hidup segan matipun tak mau. Langkahku tertatih-tatih mengumpulkan kekuatan baru.
Tamparan-demi tamparan hinggap dipipiku,sampai tubuhku tersungkur keujung ranjang, aku rasakan ada cairan hangat yang mengalir dikeningku,  darah ya darah segar mengalir kepelipis. Aku mencoba untuk bertahan.
Jika bukan karena janin yang ada dirahimku ini, aku sudah pergi dari rumah sejak dulu. “Maafkan bapakmu nak, ibu harap kau tak dendam diperlakukan seperti ini oleh bapakmu.” Aku mengelus perutku yang semakin hari semakin besar.
Aku terkenang masa awal-awal perkenalanku dulu. Han begitu perhatian, tatapannya mampu menghilangkan galau dihati. Pada saat itu aku tak berpikir ada pria sebaik itu mau mengulurkan tangannya membawaku dari lorong kegelapan kedalam kehidupan yang cerah terang-benderang.
Lorong yang kini aku lalui tidak kalah gelap dengan lorong hitamku  di  masa lalu, lorong maksiat, lorong yang penuh dengan dosa, hanya kenikmatan sesaat yang aku rasakan.
Hingga aku bertemu dengan Han disebuah kereta api dalam perjalanan pulang dari pekerjaanku. Entahlah aku tak tahu apakah penari malam layak disebut pekerjaan. Di sebuah hotel bintang lima aku menjadi penari eksotis yang gemulai, untuk memuaskan nafsu birahi para hidung belang yang jelalatan, para bandit dan bos-bos dengan perut buncit. Pertama memang aku risih menjadi penari dengan pakaian minim sekali dihadapan begitu banyak mata memandang. Tapi kehidupan memaksaku untuk bekerja sebagai penari, aku harus menghidupi keluarga, ayah yang kini sakit-sakitan dan ibu yang kian hari Nampak lebih tua dari usianya serta kedua adik yang masih sekolah. Orang tuaku hanya tahu kalau aku bekerja disebuah hotel, honorku setiap hari besar, lebih dari cukup untuk aku dan keluarga.
Semenjak pertemuan dikereta itu ada pertemuan kedua, ketiga, dan entah berapa kali aku bertemu dengannya disengaja maupun secara kebetulan bertemu.
Sebenarnya aku berusaha untuk menghindari pertemuan dengan Han, aku takut dia keccewa saat tahu pekerjaanku,    namun pertemuan demi pertemuan sulit sekali aku hindari. Hingga suatu hari Han mengikutiku dari belakang dan akhirnya hal yang paling aku takuti terjadi juga. Ya akhirnya Han tahu kalau aku seorang penari klub malam yang terkadang harus melayani laki-laki hidung belang melampiaskan nafsu binatangnya.
Malam itu ditengah hingar-bingarnya music klub malam lampu seperti biasa dipadamkan, dan tepat ditengah malam lampu dinyalakan kembali semua mata memandangku dengan penuh nafsu yang menggelora. Hanya ada sepasang mata yang menatapku penuh dengan kekecewaan dan mata itu tak a sing lagi bagiku. Ia adalah Han seorang laki-laki yang selama ini penuh perhatian terhadapku. Sepertinya hatikupun sama mengharapkannya, hingga aku sakit sekali tatkala ia mengetahui siapa aku sebenarnya. Ada perasaan takut yang menjalar. Ya takut kehilangannya.     
Aku berlari kebelakang panggung, menyelinap kekamar ganti. Penonton yang gaduh tak kupedulikan, begitu juga bosku yang marah-marah dengan insidenku hari ini. Ku lihat Han berusaha mengejarku, kuhentikan sebuah taxi, tak cukup lima menit aku sudah berada di dalam sebuah taxi. Han terus mengejarku dengan mobil tuanya. Tak mungkin aku main kejar-kejaran seperti ini terus, aku harus Tanya Han apa maksud ia mengikutiku terus. Ya aku harus menanyakannya.
“Pak berhenti !” Aku langsung membayar taxi. Mobil Han sudah ada dihadapanku, Han membukakan pintu. Aku pun masuk.
“ Kenapa kau mencari ku ? apa maksudmu selalu mengikutiku ?” “ tin aku ingin menikahi dengan mu.”
“ Aku hanya seorang penari. “ “ aku tidak peduli tin, yang penting kau mau meninggalkan pekerjaanmu itu.” Mata Han menatapku dengan tatapan teduh, kubalas tatapannya. Mata kami saling beradu pandang. “ sungguh kah ?” “ sungguh aku mencintai kamu Tin,” kupandang Han seolah-olah tak mau lepas dari tatapannya. “ Mimpikah aku ?” “ tidak kau tidak sedang bermimpi” bibir lembut Han menempel di bibirku. Aku tak kuasa menolak, di mobil tua itu ada sebuah kenangan indah bersama Han. Janin ini buahnya.
Harapanku hidup bahagia dengan Han pupus sudah, setelah menikah ia berubah drastis, tak ada tatapan matanya yang indah, yang mampu meluluhkan wanita manapun. Yang ada sorot matanya yang menakutkan. Sudah tak terhitung berapa tamparan yang hinggap dipipiku. Aku mengira ia seorang psikopat, sakit jiwa. Setiap kali berhubungan intim dia memulainya dengan kekerasan, hingga ia merasa puas tatkala melihatku tak berdaya.
Apa yang aku lakukan dimatanya selalu salah, tersenyum tidak tersenyum, bicara tidak bicara tidak ada bedanya dihadapan Han. Diam itulah satu-satunya jalan agar aku tak selalu disalahkan. Diam tak bergeming walau sakit kurasakan. Diam bungkam walau tubuh babak belur. Kepada siapa aku harus mengadu semua ini ?   orang tua ? pemerintah ? aku tak tahu harus kemana.
Batinku menjerit tatkala Han meragukan anak yang ada dirahimku, “ aku bersumpah ini adalah anakmu Han, darah daging mu!” aku berusaha meyakinkan ia, harapanku ia tak selalu menyiksaku jika tahu kalau anak ini anaknya. Tapi yang kudapat hanya bantingan pintu. Setelah itu aku tak tahu ia pergi kemana.
Semenjak peristiwa itu Han tak pernah pulang kerumah. Aku paham kalau tugasnya sebagai militer mengharuskan ia pindah dari kota-kekota, dikota inipun ia sedang bertugas hingga akhirnya menikah denganku. Habis masa tugasnya iapun akan pindah kekota lain. Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasibku selanjutnya. ****
Galau kurasakan, kandunganku semakin hari semakin besar, tapi tak ada kabar dari Han. Biasanya ia selalu sempatkan nelpon atau SMS disela-sela tugasnya. Mungkin kali ini aku yang harus SMS. Aku tak mau bertaruh nyawa, melahirkan anak ini tanpa suami disampingku. Bagaimanapun ini adalah kelahiran anak pertamaku, aku merasa cemas dan takut.
“ Mas cepat pulang Ya !” send 08527158xxx. Suara ponselku berbunyi ternyata Han masih ingat buktinya ia telpon balik pikirku. “Hallo, Mas “ “ Siapa Ini ya ?” aku kaget suara wanita di seberang sana. “ Ibu siapa ?” aku balik bertanya. “ saya istrinya  Pak Burhan.” Kumatikan ponselku cepat. Seketika itu aku lemas antara sadar dan tak sadar, antara percaya dan tak percaya, kalau selama ini Han yang kukenal telah beristri.
Ponselku bergetar lagi, diiringi dengan bunyi rington yang dipilihkan Han. “ Ya Allah kuatkan hatiku !” aku beranikan untuk menjawabnya “ Hallo, ibu bisa nggak kalau kita ketemuan ?” kudengar suara wanita tadi di seberang sana, sepertinya wanita itu sudah curiga, kalau aku ada hubungan dengan suaminya. “ dimana ?” “ Katakan saja alamatnya saya akan kesana. “ ujar wanita itu.
Sesuai dengan kesepakatan akhirnya akupun bersedia bertemu dengan wanita yang mengaku sebagai istrinya Han. Walaupun aku ragu, ini adalah jalan terbaik. Aku harus bicara sebagai sesama wanita, ia pun pasti akan mengerti. Kudengar dari gaya bicaranya istri Han orangnya baik. ***
Dua puluh dua tahun aku lalui, semenjak pertemuan dengan istri Han yang pertama aku tak pernah tahu kabar Han. Saat itu istri Han memohon kepadaku untuk tidak mencari lagi Han, dia menodongku dengan sejumlah uang asalkan aku pergi jauh dari kehidupannya. Demi keutuhan rumah tangganya aku rela, walaupun sakit kurasakan. Wanita mana yang rela untuk dimadu, begitu juga istrinya Han pikirku. Lebih baik aku yang mengalah, karena biar bagaimana aku tak punya kekuatan hokum, aku dinikahi secara siri, sedangkan dia nikah secara sah. Ini jalanku yang terbaik, aku ambil uangnya, jumlahnya cukup lumayan untuk modal membesarkan anak ini.
Aku tak mungkin melupakan Han, yang telah membawaku dari lorong gelap, yang telah memberiku malaikat kecil nan lucu. Ialah malaikat kecil itu yang telah menguatkan aku hingga hari ini. Aku tak mau lagi masuk kelorong gelap itu, aku ingin taubat, dan hidup normal bersama malaikat kecilku. Aku dengar dari ustad yang ceramah di mesjid dekat rumahku, kalau zinah itu membawa kesengsaraan yang berkepanjangan. Aku mengalaminya. Aku merasakannya. Aku tak mau lagi terjerumus untuk kedua kalinya.
Aku berusaha sekuat tenaga memberi kehidupan yang baik untuk Han kecilku, dengan membuka usaha catering aku bisa menyekolahkan Han kecil sampai ke perguruan tinggi. Han kecilku kini telah menjadi laki-laki dewasa. Pengusaha muda yang sukses, tidak sia-sia pengorbananku selama ini. Aku bangga sekali  padanya, ia tumbuh sempurna walau tanpa ayah disampingnya. Akulah ayah sekaligus ibu baginya.
Hari ini Han kecilku  memperkenalkanku dengan calon istrinya, Sonya gadis yang cantik, aku tatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Han memang pandai memilih wanita. Dari tatapan keduanya mereka terlihat saling mencinta, tapi entah kenapa  semenjak kedatangannya kesini perasaanku tidak enak.
Tiba-tiba badanku terasa lemas, dan jantungku berdebar kencang, saat Sonya menyatakan kalau ayahnya bernama Burhanudin. Jangan-jangan … kutepis semua prasangka.” Bisa kulihat foto ayahmu?” “ tentu boleh tante!” sonya mengeluarkan dompet dan menyodorkan pas photo ukuran 4 x 6 kepadaku. Kepalaku mendadak pusing bagaimana aku menjelaskannya kepada Han kecil bahwa sebenarnya ia bersaudara sama Sonya. Aku jatuh tak sadarkan diri.
Rancaekek, Oktober 2012
0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!