Memberi dan Menginspirasi

Sabtu, 13 April 2013

Nasib Sekolah Berlabel RSBI



Akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional  (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), selasa ( 8/1/13). Mahkamah Konstitusi  merupakan badan hokum yang mempunyai kewenangan antara lain mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifa final. Telah memutuskan untuk mengabulkan permohonan pengujian atas pasal 50 ayat 3 Undang-Undang No. 20  Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi “ Pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf Internasional”.  Pasal ini dianggap bertentangan dengan pembukaan, Pasal 28 C ayat ( 1), pasal 28E ayat (1), pasal 28 I ayat (2), pasal 31 ayat  (1), pasal 31 ayat (2), pasal 31 ayat (3), dan pasal 36 ayat Undang-Undang Dasar 1945.
            Dengan berbagai pertimbangan dan mendengar saksi ahli baik yang diajukan pemohon maupun oleh pemerintah dan saksi lainnya, Mahkamah Konstitusi melaui keputusannya Nomor 5/PUU-X/2012 mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Dengan demikian, Pasal 50 ayat (3) UU no. 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional dinyatakan tidak mempunyai kekuatan huum mengikat.
            Sebagai konsekuensi dari putusan ini maka pemerintah harus segera mengambil langkah strategis tentang pengalihan ataupun penghapusan sekolah-sekolah yang sudah terlanjur diberi mandat menyelenggarakan SBI/RSBI yang jumlahnya lebih dari seribu diseluruh tanah air.  
            Sekolah yang berlabel SBI/RSBI akan sama dengan sekolah reguler lainya, dana yang digelontorkan pemerintah yang jumlahnya cukup besar untuk sekolah berlabel SBI/RSBI, akan disamakan dengan sekolah lain.
            Hal ini menjadi kabar gembira bagi sebagian besar orangtua siswa yang umumnya berkeberatan dengan pemberlakuan dua sekolah itu lantaran dapat menimbulkan diskriminasi, sehingga menutup ruang bagi mereka yang tidak / kurang mampu.
Salah satu latar belakang diberlakukannya RSBI/SBI adalah peningkatan kualitas pendidikan nasional yang mampu bersaing didunia Internasinal. Namun, alih-alih ingin sekolah bertaraf internasional yang terjadi justru beban berat menimpa dunia pendidikan nasional. Salah satu indikasinya terjadi pemilahan antara sekolah berlabel  RSBI dan sekolah regular yang bisa dicirikan dengan perbedaan fasilitas, kualitas guru, dan tentu saja disparitas yang sangat mencolok antara siswa mampu dan tidak mampu.
Memang ketentuan RSBI harus menyediakan kuota 20 % bagi siswa tidak mmapu. Persoalannya apakah siswa tidak mampu mau bersekolah di RSBI ? pasti ada beban secara psikologis. Kenyataannya, kuota 20 % yang disediakan RSBI/SBI  bagi siswa kurang mampu selama ini tak pernah terpenuhi sebab anak yang kurang mampu secara psikologis akan berfikir ulang untuk masuk ke RSBI.
Terkait seleksi penerimaan, akan kemali kepada penerimaan seperti sekolah lain. Tidak akan ada lagi testing  seperti yang selama ini berlaku bagi RSBI. Dengan keputusan ini maka akan kembali kepada system sebelumnya. Yang ingin masuk harus berdasarkan nilai dan bukan kaena siapa yang mmapu bayar mahal.
Para orang tua yang kini anaknya berada di RSBI / SBI mengungkapkan kegalauannya disejumlah jejaring social, mereka takut keputusan ini akan berpengaruh terhadap anak didik, terlebih bagi mereka yang sedang menghadapi Ujian Nasional.
Tidak bisa dipungkiri , eksistensi RSBI / SBI bagaimananpun memiliki banyak sisi positif, selain membiasakan penggunaan bahasa interneaional sebagai tahap awal go internasional dan penggunaan IT yang membiasakan peserta didik akrab dengna tekhnologi modern, juga penerapan manajemen tata kelola berbasis mutu dan kedisiplinan yang berkontribusi baik untuk penyelenggaran pembelajaran.
Diharapkan sekolah yang berlabel RSBI/ SBI bisa mempertahakan mutu, dan menjaga hal-hal positif yang selama ini telah dilaksanakan.  Dan keputusan ini tidak boleh merugikan bagi anak-anak yang sedang menyelesaikan studi di sekolah SBI/RSBI ini. Sebagai  sekolah yang sudah diberi treatment tentu harus membuktikan bahwa uji coba yang selama ini dilakukan harus mendulang hal yang lebih baik, bukan sebaliknya murid hanya sebagai kelinci percobaan.
Dengan pembubaran ini diharapkan pula pemerintah lebih memperhatikan sekolah- sekolah yang berada di daerah yang dari segi fasilitas masih jauh dari standar nasional, serta guru yang sangat minim.
Kepada masyarakat khususnya orang tua siswa, sudah waktunya mengubur sikap-sikap yang justru kontraproduktif dengan hakikat sejati pendidikan. Iklim favoritism dalam menentukan sekoklah bagi peserta didik harus dihilangkan. Jangan sampai sekolah kemudian identik dengna pasar atau komoditas barang. Semakin tinggi permintaan maka harga semakin mahal.
Oleh karena itu, pendidikan seharusnya tak pernah bisa parallel dengan situasi diskriminatif. Setiap warga Negara, tidak peduli ningrat atau melarat, sah mengenyam pendidikan dalam berbagai wujud formalnya.
0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!