Memberi dan Menginspirasi

Selasa, 23 April 2013

Mengkritisi Kurikulum 2013

Bulan Juli hanya tinggal tiga bulan lagi. Dan pada bulan Juli inilah kurikulum 2013 rencananya akan mulai diimplementasikan.  Dalam pelaksanaanya masih banyak pro dan kontra. Hal ini membuktikan kurang matangnya perencanaan kurikulum baru ini.  Kurikulum 2013 ini terasa sangat dipaksakan. Seolah-olah Negara sedang dalam keadaan darurat. Jika tidak dilaksanakan  akan terjadi sesuatu yang serius menimpa bangsa ini. Dikhawatirkan  oleh banyak pihak kalau kurikulum 2013 ini akan terhenti ditengah jalan, pada saat pergantian pemerintahan 2014 nanti ganti mentri ganti kurikulum. Bukankah itu hanya menghambur-hamburkan uang saja ? 
Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Siti Juliantari (PR, 26/3) mengatakan, tidak adanya jaminan kesinambungan implementasi kurikulum baru berpotensi menimbulkan kerugian Negara yang luar biasa. Sungguh egois jika pemerintah memaksakan diri. Lebih baik kurikulum ditunda, uangnya bisa dipakai oleh keperluan yang lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat sambil terus mempersiapkan kurikulum baru.
Namun penundaan sepertinya tak akan terjadi, sambil menunggu ketok palu di DPR, pemerintah terus bekerja berkejaran dengan waktu agar kurikulum ini benar-benar siap diluncurkan. Diskursus yang mengemuka terkait dengan pengurangan mata pelajaran tetapi terjadi penambahan jam belajar, penguatan pembelajaran aktif, sistem penilaian yang mengacu pada portofolio, pola pelatihan guru, pengadaan buku babon untuk siswa dan guru dan berbagai pernik-pernik perubahan kurikulum ini agaknya menjadi femomena yang menarik.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 akan sangat bergantung pada guru. Guru harus bisa menafsir apa mau dan arah Kurikulum 2013. Jika tidak, kurikulum ini dikhawatirkan akan mengalami lemah implementasi. Perubahan pradigma teacher centered ke student centered sebagai konsekuensi konsep interaksi belajar mengajar yang berubah dari teaching menjadi learning. Penguatan kembali pembelajaran aktif, pembelajaran tematik dan integratif, pendekatan sains, penilaian portofolio, dan yang paling penting dan aktual di Kurikulum 2013 yakni adanya “kompetensi inti”, mau tidak mau harus bisa ditafsirkan oleh guru. 
Bukannya saya pesimis dengan kemampuan guru, tapi menurut Menurut Anita Lie, survei Bank Dunia menunjukkan ternyata program sertifikasi guru di tanah air hanya terlihat dampaknya terhadap kesejahteraan guru yang semakin baik, animo generasi muda semakin tinggi menjadi guru, namun dampaknya terhadap perilaku, kompetensi, profesi guru yang bersertifikat profesional itu tidak menunjukkan efek yang signifikan (Kompas, 26/2/2013). Contoh kecil saja  Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas sudah sejak satu dasawarsa diberlakukan. Hingga hari ini seberapa persenkah guru kita yang benar-benar mampu menafsirkan, memahami, mengingat, dan menjadikan visi dan misi tadi sebagai acuan dalam kinerja?
Pemerintah berencana akan melakukan pelatihan Kurikulum 2013 dengan pola 52 jam. Alokasi waktu itu akan dibagi dalam dua pola yakni pelatihan lebih banyak berdiskusi dan kerja, kemudian pendampingan ke sekolah. Pelatihan androgogi lebih banyak bekerja ketimbang mendengar ceramah (60%: 40%). Mampukah guru mengimplemtasikan hasil pelatihan dan pendampingan itu pada hari-hari selanjutnya saat ia tercebur sendirian di dalam kelas?
Empat  kompetensi guru, menjadi tantangan. Kompetensi paedagogik terkait dengan metodologi pembelajaran, kompetensi profesional yang bersinggungan dengan bagaimana guru terus mengeksplor pendekatan dan metode-metode terbaru untuk pembelajaran aktif, tematik, integratif, pendekatan sains, penilaian yang tidak didominasi jenis paper and pencil, kompetensi sosial tentang bagaimana guru membangun hubungan baik (tidak dengan kekerasan, termasuk dengan pemberian beban tugas berlebih dan tidak terkontrol) kepada peserta didik, orangtua dan masyarakat dan kompetensi kepribadian yang dewasa, jadi panutan, dan benar-benar guru (digugu dan ditiru). Kesemua itu sudah tampak sangat kuat dan tegas pada Kurikulum 2013.
Pada Kurikulum 2013, pemerintah tidak hanya menyiapkan buku teks buat siswa tapi juga membuat buku babon untuk pegangan guru. Mulai perencanaan pembelajaran hingga materi pengayaan akan disiapkan. Agaknya menjadi sangat ironis jika guru tetap tidak terpicu kualitasnya dengan kurikulum ini. Menunda Kurikulum 2013, menurut Syawal Gultom pada sosialisasi kurikulum ini ke berbagai daerah, sama artinya menunda laju generasi kita puluhan tahun ke depan. Mudah-mudahan optimisme tersebut bukan sekedar diatas teks, harus ada tindakan yang jelas, jangan hanya menjadikan siswa sebagai alat percobaan,, yang akhirnya mereka bingung dengan kurikulum yang terus berganti.
0

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar, saran dan kritik dengan bahasa yang sopan, jangan spam ya!